- Dugong, selain dikenal dalam cerita rakyat di Indonesia sebagai duyung, juga memiliki sebutan lain yakni sapi laut.
- Sebagaimana sapi yang makan rumput, dugong juga mengonsumsi rumput laut, yaitu lamun (seagrass).
- Dari banyaknya jumlah spesies rumput laut atau lamun, dugong hanya memakan rumput laut yang mengandung nitrogen tinggi dan serat rendah untuk dijadikan pakan utama.
- Dugong termasuk satwa dilindungi yang saat ini menghadapi ancaman kepunahan. Selain faktor reproduksi yang cukup lama, kondisi habitat lamun yang berkurang ikut menjadi penghambat populasi dugong.
Dugong (Dugong dugon) merupakan satwa laut yang terkenal dalam berbagai cerita rakyat Indonesia. Ia sering disebut juga duyung maupun sapi laut. Sebagaimana sapi di darat yang makan rumput, dugong juga menyukai rumput laut atau yang dikenal dengan lamun (seagrass).
Lamun yang berbentuk hamparan disebut padang lamun dan merupakan habitat, sumber makanan, serta perlindungan bagi beragam spesies, mulai ikan, teripang, kepiting, udang, penyu, dugong, dan lainnya.
Secara global terdapat 60 spesies lamun di dunia dan terbagi 12 marga (genus). Di Indonesia, secara umum ditemukan 15 spesies lamun yang terbagi 7 genus. Secara luasan, 5-10 % ekosistem lamun dunia terdapat di Indonesia dan yang diteliti sekitar 16-35% dari potensi sesungguhnya.
Dugong memiliki ketergantungan terhadap lamun, karena merupakan sumber pakan utamanya. Tubuh dugong dapat tumbuh hingga mencapai tiga meter dan berat mencapai 400 kilogram. Sebagai mamalia laut, dugong dewasa memakan sekitar 28 hingga 40 kilogram lamun setiap hari.
Namun karena ada banyak jenis rumput laut, tidak semua bisa dimakan dugong. Sebab, jika tersedia berbagai jenis makanan atau ada banyak spesies lamun dalam jangkauannya, maka dugong akan memilih spesies lamun yang mengandung nitrogen tinggi dan serat rendah.
Baca: Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam
Hal ini sebagimana disebutkan dalam publikasi ilmiah Budiarsa, dkk, berjudul, “Dugong foraging behavior on tropical intertidal seagrass meadows: the influence of climatic drivers and anthropogenic disturbance”. Menurut peneliti, dugong diketahui memakan hampir semua jenis lamun, namun lebih menyukai lamun berukuran kecil dan lunak seperti jenis Halodule spp dan Halophila spp.
Jenis lain yang disukai dugong adalah Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymadoce rotundata, Cymadoce serrulate, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hempricii dibandingkan lamun berserat tinggi seperti jenis Enhalus acoroides.
“Selain itu, lamun intertidal dianggap lebih bergizi dibandingkan padang lamun subtidal karena kandungan nitrogen dan daya cerna lebih tinggi,” tulis Budiarsa dan kolega.
Baca: Seperti Apa Rencana Aksi Nasional untuk Penyelamatan Duyung dan Lamun?
Kandungan Nitrogen
Publikasi lain yang dilakukan oleh Samantha J Tol, dkk dari James Cook University, menjelaskan berdasarkan studi di Australia, tepatnya di bagian tenggara Queensland, menunjukan preferensi makanan dugong didasarkan pada kualitas nutrisi dan daya cerna lamun sebagai sumber pakan.
Berdasarkan penelitian ini, dugong memakan lamun jenis Halophila ovalis dan Halodule uninervis karena memiliki kandungan nitrogen yang lebih besar. Ini dikombinasikan dengan preferensi umum untuk untaian biomassa rendah, karena konsentrasi serat yang lebih rendah. Para peneliti menjelaskan, banyak faktor yang dapat memengaruhi pilihan makan dugong.
“Perubahan dalam preferensi dan perilaku makan dapat terjadi jika satwa ini berada di bawah tekanan, seperti dari suhu di tepi wilayah sebarannya atau tekanan perburuan,” ungkap para peneliti.
Faktor penting lain adalah karakteristik fisik lingkungan laut seperti kedalaman, jenis sedimen, suhu air dan arus air. Atau, faktor biologis seperti jenis spesies lamun, biomassa di atas dan bawah permukaan, daya cerna, kandungan nutrien, dan umur lamun itu sendiri.
Secara teoritis, perilaku makan dugong diperkirakan mengikuti strategi mencari makan yang optimal. Pemilihan tempat makan, didasarkan pada energi maksimum yang diperoleh dengan energi yang dikeluarkan.
Selain itu, lokasi dan waktu makan juga dapat dipengaruhi faktor eksternal seperti kemungkinan terdampar, kehadiran predator, gangguan manusia, perubahan musim, atau sekadar keakraban dengan daerah tersebut dan sejarah padang lamun.
“Penting untuk mengembangkan konservasi tepat sasaran pada habitat makan dugong berkualitas tinggi,” tulis peneliti.
Baca: Ada Apa dengan Dugong?
Konservasi Dugong
Di Indonesia, dugong termasuk satwa dilindungi yang saat ini menghadapi ancaman kepunahan. Mikaela Clarissa, pendiri Tamang Dugong, seperti ditulis Mongabay sebelumnya, mengatakan populasi dugong terindikasi terjadi penurunan. Dikhawatirkan, jika tidak ada tindakan serius kelestarian dugong bakal hilang.
“Ada beberapa faktor yang membuat dugong rentan. Waktu reproduksinya cukup lama, sekitar 14 bulan mengandung dan membutuhkan 10 tahun untuk tumbuh dewasa. Interval mating (perkawinan) beragam, mulai 2,5 tahun sampai 5 tahun,” ungkapnya dalam Bincang Alam Mongabay, Kamis (17/6/2022) lalu.
Baca juga: Kisah Pilu Dugong di Perairan Pulau Bangka
Selain faktor reproduksi yang cukup lama, kondisi habitat dugong yaitu padang lamun yang berkurang, telah menjadi penghambat populasi. Diperkirakan, berdasarkan data hanya 5% padang lamun yang tergolong sehat, 80 % kurang sehat, dan 15 % tidak sehat dari 1,507 km persegi luas padang lamun di Indonesia.
Merujuk seagrass watch, padang lamun membentuk habitat pesisir yang penting di seluruh Kepulauan Indonesia, membentang dari intertidal hingga subtidal, di sepanjang garis pantai mangrove, muara sungai, dan muara laut dangkal.
Padang lamun di Indonesia, memainkan peran penting dalam mendukung komunitas laut pesisir dan menjaga keanekaragaman flora dan fauna.
Selain sumber makanan penting bagi penyu hijau dan dugong, habitat lamun di Indonesia merupakan komponen penting dalam menjaga produktivitas perikanan pesisir dan kualitas kejernihan air laut.
Di sepanjang garis pantai yang didominasi hutan mangrove, komunitas lamun sering menjadi penghubung fungsional dan penyangga antara terumbu karang di laut dengan hutan bakau di daratan.