- Seni batu kuno di Serranía de la Lindosa, Amazon, menjadi jendela menuju dunia spiritual masyarakat adat yang telah bertahan hingga 12.000 tahun, menawarkan wawasan mendalam tentang kehidupan dan kepercayaan mereka.
- Penelitian mendalam bersama tetua adat mengungkap motif-motif yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan alam roh, memperkaya pemahaman modern tentang kosmologi animistik mereka.
- Keindahan serta makna spiritual seni batu ini kini terancam oleh perubahan lingkungan yang cepat, menjadikan pelestariannya sangat penting untuk menjaga warisan budaya dan spiritual Amazon bagi generasi mendatang.
Di dalam hutan Amazon yang lebat dan terpencil, seni batu kuno di Serranía de la Lindosa, Kolombia, menawarkan lebih dari sekadar representasi visual. Seni ini menjadi jendela yang membawa kita pada dunia spiritual masyarakat adat yang telah hidup di wilayah tersebut selama ribuan tahun. Dengan bantuan tetua adat setempat, tim peneliti dari Kolombia dan Inggris berhasil mendokumentasikan puluhan ribu motif yang mencakup bentuk manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk mitologi. Penelitian ini tidak hanya mengungkap keindahan seni batu yang sudah ada sejak 12.000 tahun lalu, tetapi juga menunjukkan bahwa situs ini dulunya berfungsi sebagai medium komunikasi manusia kala itu dengan dunia roh.
Sejarah dan Penemuan Seni Batu
Serranía de la Lindosa, yang meliputi formasi batu pasir sepanjang hampir 20 km di Kolombia, menjadi salah satu situs seni batu terbesar dan paling penting di dunia. Situs ini tidak hanya menampilkan ribuan gambar purba, tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan spiritual masyarakat adat di masa lalu. Motif-motif yang ditemukan di lokasi ini mencakup berbagai representasi manusia, hewan, tumbuhan, serta makhluk mitologi, dan sebagian besar diperkirakan telah ada sejak 11.000 hingga 12.000 tahun yang lalu. Penemuan ini membuka pandangan baru tentang hubungan masyarakat kuno dengan lingkungan dan dunia spiritual mereka.
Baca juga: Mengapa Tidak Ada Jembatan di Sungai Amazon?
Tidak hanya di Kolombia, baru-baru ini motif-motif serupa juga ditemukan di Praia das Lajes, tepi Sungai Negro, Brasil. Relief wajah manusia dengan ekspresi beragam ditemukan di lokasi ini pertama kali pada tahun 2010, selama periode kekeringan yang signifikan. Relief-relief ini mencakup berbagai bentuk, dari oval hingga persegi panjang, dan menampilkan ekspresi yang unik seperti tersenyum atau muram. Penemuan ini sangat bernilai untuk memahami kehidupan masyarakat pertama yang mendiami wilayah tersebut. Namun, kondisi kekeringan yang makin parah mengancam keberadaan situs-situs ini karena sungai yang biasanya menjaga ukiran tetap terendam mengalami penyusutan drastis.
Selain itu, para ilmuwan mencatat bahwa penyusutan air Sungai Negro mengungkapkan lebih banyak detail dari relief ini, tetapi di sisi lain juga meningkatkan risiko kerusakan akibat paparan langsung terhadap cuaca dan aktivitas manusia. Para ahli khawatir bahwa degradasi lingkungan yang terus berlanjut dapat merusak keaslian dan kelestarian situs-situs penting ini. Hal ini menambah urgensi untuk melindungi dan melestarikan seni batu yang tak ternilai ini dari ancaman lingkungan dan manusia.
Keterlibatan Para Tetua Adat
Keterlibatan tetua adat Amazon dan spesialis ritual dalam penelitian ini menjadi kunci untuk membuka makna spiritual di balik motif-motif yang beragam. Tidak hanya membantu ilmuwan menguraikan interpretasi simbol-simbol yang kompleks, tetapi juga memperkaya pemahaman tentang bagaimana seni batu ini mencerminkan kepercayaan dan kosmologi masyarakat adat. Menurut Jamie Hampson, arkeolog dari Universitas Exeter, pengalaman bekerja langsung dengan komunitas adat memberikan wawasan unik mengenai keterhubungan antara seni batu dan konsep alam roh. Hampson menekankan, “Saya telah bekerja dengan seni cadas dan masyarakat asli di setiap benua di dunia, dan kami beruntung memiliki kesesuaian langsung antara kesaksian mereka dan motif seni cadas tertentu.”
Kehadiran para tetua adat memungkinkan pendekatan yang tidak hanya akademis, tetapi juga berbasis etnografi dan tradisi lisan. Berbeda dengan pendekatan ilmiah Barat yang cenderung menafsirkan secara visual dan simbolis, pandangan adat melihat motif-motif ini sebagai bagian dari alam roh yang “hidup” di dalam lanskap. Sebagai contoh, Ismael Sierra, seorang penutur bahasa Tukano, menjelaskan bahwa beberapa gambar tidak hanya merepresentasikan binatang, tetapi juga makhluk dari dunia spiritual, seperti singa dengan dua kepala yang diyakini sebagai penjaga wilayah tersebut. “Hewan-hewan yang tergambar ini ada di sana… mereka ada di pegunungan ini, tapi dalam dunia spiritual,” ungkap Sierra.
Baca juga: Kisah Seorang Penduduk Asli Terakhir dan Bahaya yang Mengancam Hutan Amazon
Selain di Serranía de la Lindosa, di Praia das Lajes, ditemukan relief wajah manusia dengan ekspresi yang unik, termasuk senyum dan ekspresi muram, yang dianggap memiliki keterkaitan langsung dengan dunia spiritual yang dahulu dikunjungi oleh leluhur. Para ilmuwan percaya bahwa keterlibatan masyarakat asli dalam memahami makna ukiran-ukiran ini sangat penting karena motif-motif ini mungkin mengandung simbol-simbol spiritual yang diwariskan turun-temurun.
Beatriz Carneiro, sejarawan dan anggota Iphan di Brasil, menambahkan bahwa situs ini merupakan bukti penting untuk memahami kehidupan spiritual dan ritual masyarakat Amazon kuno. “Praia das Lajes memiliki nilai luar biasa untuk memahami orang-orang pertama yang mendiami wilayah ini,” kata Carneiro, yang menegaskan bahwa situs ini bukan hanya dokumentasi sejarah, tetapi juga representasi dari hubungan mendalam antara manusia dan alam di masa lalu.
Motif dan Makna Spiritual
Dalam penelusuran lebih jauh, motif-motif di Serranía de la Lindosa dan Praia das Lajes tidak hanya sekadar gambar, tetapi merupakan sarana komunikasi antara masyarakat adat dengan alam roh. Motif-motif seperti manusia yang bertransformasi menjadi hewan atau hibrida tanaman-manusia mencerminkan kepercayaan mereka bahwa dunia manusia dan spiritual tidak terpisah, melainkan saling berpadu. Transformasi ini dianggap sebagai cara manusia untuk mengakses kekuatan roh, berkomunikasi dengan leluhur, atau memohon berkah.
Gambar jaguar dan ular, yang sering ditemukan di seni batu Amazon, melambangkan hubungan mendalam dengan alam roh. Jaguar dipandang sebagai simbol shaman, sementara ular sering kali dikaitkan dengan siklus kehidupan dan transformasi spiritual. Jamie Hampson menjelaskan, “Motif-motif ini adalah seni sakral yang dibuat dalam kerangka kosmologi animistik, di tempat-tempat suci di lanskap.”
Peran Kosmologi Animistik dalam Seni Batu
Seni batu ini mencerminkan kosmologi animistik, di mana setiap elemen alam memiliki roh atau energi spiritual. Gambar-gambar ini mencerminkan interaksi manusia dengan dunia spiritual, terutama dalam upaya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan roh leluhur. Sebagai contoh, masyarakat adat sering kali melukis hewan buruan di dinding batu sebagai bentuk permohonan kepada roh-roh penjaga hutan untuk keberhasilan berburu.
Ulderico, seorang spesialis ritual dari suku Matapí, menyatakan, “Dinding-dinding batu ini bukan hanya seni visual, tapi adalah panduan shamanistik yang kita gunakan untuk berhubungan dengan dunia roh.” Hal ini menunjukkan bahwa seni batu tidak hanya berfungsi sebagai representasi visual, tetapi juga memiliki peran spiritual yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat.
Kesadaran dan Ancaman Terhadap Seni Batu
Sayangnya, keberadaan situs-situs ini terancam oleh perubahan lingkungan dan aktivitas manusia. Kekeringan yang semakin parah dan pengaruh urbanisasi meningkatkan risiko kerusakan pada ukiran-ukiran ini. “Kami melihat ukirannya dan itu indah. Namun di saat yang sama, ini mengkhawatirkan,” ungkap Ribeiro, seorang ilmuwan. Dia juga mempertanyakan, “Apakah sungai ini akan ada dalam 50 atau 100 tahun mendatang?”
Ismael Sierra, yang mewakili komunitas adat, menambahkan kekhawatirannya: “Siapa yang akan menjaga lukisan-lukisan ini? Mereka yang menjagamu adalah roh-roh… Kami percaya karena ayah saya adalah salah satu ahli ritual yang berinteraksi dengan karakter-karakter di sini.”
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Advances in Rock Art Studies.