Produksi Susu Ikan Massal di Indonesia Terkendala Impor Enzim Protease, Apa Solusinya?

1 week ago 14
  • Janji untuk menggelar program makan bergizi dan susu gratis terus dimatangkan oleh Pemerintah Indonesia, dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto
  • Program tersebut salah satunya akan menggratiskan pemberian asupan protein melalui susu yang disebutkan akan berasal dari susu ikan, bukan susu sapi. Kabar itu semakin menguat, karena kementerian dan lembaga (K/L) berlomba untuk membahas tentang susu ikan
  • Salah satu yang dibahas, adalah ketergantungan impor untuk bahan baku enzim protease, senyawa kimia yang bertugas untuk memecah protein ikan agar bisa berubah menjadi hidrolisat. Senyawa tersebut ada di Indonesia, namun jumlahnya belum sepadan untuk produksi susu ikan
  • Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang bekerja keras untuk bisa mencari jalan keluar agar Indonesia bisa memproduksi susu ikan tanpa bergantung pada bahan baku impor. BRIN berjanji akan memecahkan persoalan tersebut dan Indonesia bisa produksi susu ikan secara penuh

Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih untuk periode 2024-2029 menjanjikan akan melaksanakan program makan bergizi dan susu gratis untuk masyarakat Indonesia. Namun, penggunaan susu pada prorgam tersebut dipastikan tidak menggunakan susu pada umumnya, yaitu berasal dari sapi.

Sebagai gantinya, program tersebut akan menggunakan susu ikan sebagai alternatif pemenuhan untuk kebutuhan protein pada masyarakat. Kebutuhan tersebut akan melibatkan kementerian dan lembaga (K/L) terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Meski menjadi alternatif, namun sampai saat ini pengembangan susu ikan masih terkendala oleh penyediaan enzim protease yang belum mencukupi. Hal itu membuat produksi susu ikan harus menempuh jalur impor untuk mendatangkan enzim protease.

Peneliti dari Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ekowati Chasanah mengatakan bahwa proses pembuatan susu ikan akan melibatkan bioteknologi, yaitu penggunaan enzim protease untuk memecah protein ikan.

Setelah itu, produk kemudian diformulasikan dengan perasa dan bahan lain untuk mendapatkan rasa yang bisa diterima oleh lidah masyarakat Indonesia. Proses akhir dari produksi kemudian akan menghasilkan hidrolisat protein ikan (HPI) yang dapat larut dalam air.

“Hidrolisat ikan tidak hanya mempertahankan nilai gizi ikan, tetapi juga meningkatkan penyerapan nutrisi ikan di dalam usus,” jelasnya belum lama ini di Jakarta.

Baca : Polemik Program Makan Bergizi: Benarkah itu Susu Ikan atau Kecap Ikan?

Ikan ukuran besar masih didapatkan di perairan Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Sebelum menjadi HPI yang disebut sebagai susu ikan oleh Pemerintah Indonesia, proses produksi harus melibatkan enzim protease yang pasokannya masih sangat terbatas sampai sekarang. Enzim tersebut sudah diproduksi di Indonesia, namun jumlahnya belum mencukupi untuk produksi HPI.

Menurutnya, walau penggunaan enzim protease jumlahnya sedikit untuk produksi HPI, namun bahan tersebut masih bergantung pada pasokan dari negara lain melalui jalur impor. Fakta tersebut menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para produsen HPI atau susu ikan di dalam negeri.

Solusinya, Ekowati menyebut saat ini pihaknya sedang berupaya untuk mengembangkan enzim lokal sesuai dengan kebutuhan untuk produksi HPI dalam negeri. Namun, skema tersebut memerlukan pendanaan yang saat ini masih dicari sumbernya.

Jika enzim protease yang dibutuhkan untuk HPI berhasil diproduksi dengan jumlah cukup di dalam negeri, dia memastikan bahwa produksi susu ikan bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan bahan dari dalam negeri.

“Dengan harapan lebih efisien dan mandiri,” ucapnya.

Protein Ikan untuk Anak Intoleran Laktosa

Ihwal mulai munculnya susu ikan atau HPI di Indonesia, Ekowati menerangkan bahwa teknologi yang mengubah protein ikan menjadi hidrolisat muncul pada 2022 melalui pendirian rencana kecil HPI oleh PT Berikan Teknologi di Indramayu, Jawa Barat.

Perusahaan itu kemudian mengembangkan produk susu ikan berbasis HPI. Produksi tersebut bukanlah susu yang berasal dari kelenjar susu ikan, melainkan hasil proses pemecahan protein ikan menjadi bentuk yang larut dalam air.

Menurutnya, susu ikan adalah produk hasil pengembangan melalui proses hidrolisis enzimatis yang memecah protein ikan menjadi protein pendek atau peptida, serta asam amino bebas. Setelah itu, hasilnya diformulasikan sampai bisa menyerupai susu.

“Produk ini dapat menjadi alternatif sumber protein bagi masyarakat, terutama anak-anak yang intoleran terhadap laktosa. Produk hidrolisat, yang saat ini dikenal sebagai susu ikan, memiliki berbagai keunggulan,” paparnya.

Baca juga : Mengapa Pangan Lokal Indonesia Masih Terabaikan?

Ilustrasi susu ikan. Gambar ini diproduksi oleh kecerdasan buatan (AI) Freepik Pikaso

Dia menyebutkan kalau kandungan protein pada HPI berkualitas tinggi, dengan asam amino esensial yang lengkap, dan protein pendek (peptide) yang mudah diserap oleh tubuh. Bukan hanya sangat bermanfaat untuk anak-anak saja, HPI juga sangat bagus untuk orang yang sedang dalam masa pemulihan dan membutuhkan asupan protein yang tinggi.

Fakta itu muncul, setelah BRIN melakukan penelitian bersama akademisi dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, dengan menggunakan model hewan (tikus). Hasilnya, pemberian HPI dapat mengaktifkan hormon pertumbuhan dan secara signifikan meningkatkan panjang tubuh tikus tersebut.

“Ikan dikenal sebagai sumber asam lemak esensial seperti DHA (Asam dokosaheksaenoat) dan EPA (Asam eikosapentanoat), yang penting bagi kesehatan,” ungkapnya.

Kedua senyawa kimia itu diklaim ada dalam produk hidrolisat. Keunggulan HPI, adalah karena selama proses hidrolisis protein ikan bisa menghasilkan produk yang lebih aman dari zat yang menyebabkan alergi (alergen), dan menghasilkan peptida (protein pendek) aktif yang memiliki manfaat tambahan.

“Hal ini membuat susu ikan atau hidrolisat memiliki potensi besar sebagai pangan fungsional, seperti untuk membantu mencegah hipertensi, obesitas, dan sebagai imunostimulan,” jelasnya.

Di sisi lain, walau Ekowati mengakui kalau kalsium yang ada dalam HPI atau susu ikan tidak setinggi yang ada pada susu sapi, namun HPI tetap memiliki keunggulan. Salah satunya, adalah karena bahan baku ikan bisa didapatkan dengan mudah di pasar lokal.

Bukan Pengganti Susu Sapi

Saat Pemerintah Indonesia tengah memantapkan persiapan memproduksi susu ikan atau HPI, Yayasan Berikan Protein Initiative sudah menerapkan teknologi pengembangan susu ikan. Pabrikan tersebut saat ini sudah bisa memproduksi susu ikan dengan kapasitas 75 ton per bulan.

Menurut Chief Product and Development Yayasan Berikan Protein Initiative Iwa Sudarmawan, jumlah tersebut setara dengan 3.750.000 botol dalam kemasan 125 mililiter (ml). Seluruh produksi tersebut, tidak ditujukan untuk mengganti susu sapi, namun sebagai alternatif sumber protein.

Dia mengatakan kalau saat ini susu dan daging masih banyak dipasok melalui jalur impor, meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan diri memanfaatkan sumber daya ikan (SDI) yang melimpah di laut.

Baca juga : Apakah Ada Ikan yang Menyusui Anaknya?

Bandeng asap Sidoarjo, merupakan salah satu produk hilirisasi perikanan dengan penerapan Indikasi Geografis (IG) untuk penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan oleh DJKI Kemenkumham. Foto : KKP

Setelah memulai pengembangan pada 2022, Berikan kemudian meluncurkan produk susu ikan untuk pertama kali pada Agustus 2023. Saat ini, produk tersebut sedang dipasarkan dan diharapkan bisa menjadi solusi untuk memperkuat ketahanan pangan, dan menggerakkan ekonomi sirkular di daerah penghasil ikan.

“Dengan potensi laut yang melimpah, pengembangan susu ikan sebagai produk turunan HPI dapat direplikasi di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini diharapkan mampu mendukung ekonomi lokal serta memberikan pilihan nutrisi berbasis protein ikan bagi masyarakat luas,” pungkasnya.

Terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengaku optimis kalau susu ikan bisa menjadi salah satu pilihan kebutuhan protein masyarakat. Sebabnya, karena protein ikan diklaim sedikit lebih tinggi dibandingkan protein non-ikan.

Dia mengungkapkan, selama satu dekade terakhir produksi perikanan Indonesia berjalan stabil pada kisaran 20-25 juta ton per tahun, dengan pertumbuhan tahunan rerata sekitar dua persen. Itu berarti, sumber protein dari sektor perikanan masih melimpah ketimbang sumber protein berbasis darat yang saat ini sebagian besar dari ekspor.

Menurutnya, ikan sudah menjadi sumber protein penting dalam pola makan masyarakat Indonesia, dan dinilai masih ada peluang untuk terus meningkatkan ruangnya. Menjawab itu, HPI bisa menjadi bagian dari pola konsumsi masyarakat Indonesia cenderung menghindari ikan karena bau amis, alergi, dan lainnya.

Tak hanya itu, HPI yang menjadi bahan baku utama susu ikan juga memiliki karakteristik yang multifungsi dan praktis, sehingga dapat mendorong terciptanya inovasi produk pangan lokal unggulan lainnya melalui fortifikasi bahan makanan dan minuman.

“Melalui teknologi ultrafiltrasi, kita dapat menghilangkan komponen yang menyebabkan bau amis dan alergen pada ikan,” terangnya. Sehingga susu ikan akan semakin mudah diterima dan dicerna oleh masyarakat luas.

Salah satu produk HPI adalah minuman protein ikan, seperti SURIKAN, bebas laktosa, dan kaya nutrisi seperti Omega-3, EPA, dan DHA.

Seorang koki memotong ikan tuna dalam gelaran Hari Ikan Nasional 2023 lalu di lapangan banteng, Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Walau memiliki keunggulan, namun susu ikan diolah dari ikan yang memiliki edible portion atau bagian yang dapat dimakan dalam jumlah sedikit, nilai ekonomi yang rendah, namun ketersediaannya sangat melimpah sepanjang tahun.

Trenggono menyebutkan, salah satu ikan yang berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan produk inovatif berbasis ikan seperti susu ikan adalah ikan selar. Produksinya stabil selama beberapa tahun terakhir, dengan Maluku dan Sulawesi Utara sebagai produsen terbesar.

Asupan Protein Masyarakat Kurang

Belum lama, Direktur Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo mengatakan kalau masyarakat Indonesia rerata masih kekurangan protein. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, asupan protein masih sekitar 62,3 gram/kapita/hari.

Angka di atas disebut mauh jauh di bawah Kamboja, Thailand, dan Filipina. Fakta tersebut dinilai bisa mengganggu visi Indonesia Emas pada 2045. Masalah tersebut tidak boleh dibiarkan, dan harus dicarikan solusi, salah satunya melalui pemberian susu ikan sebagai pemenuhan protein dan gizi.

Budi optimis kalau pengembangan susu ikan akan berjalan dengan lancar, karena ada perencanaan yang sudah dilakukan. Termasuk, menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI), kemudahan perizinan, dan memfasilitasi pelaku usaha dengan investor dan program modal usaha.

“Serta menghubungkan ke pemerintah daerah maupun nelayan lokal selaku penyuplai bahan baku produksi. Termasuk mendekatkan industri dengan sumber bahan baku,” ucapnya.

Dia juga optimis kalau pengembangan usaha susu ikan akan memberikan efek berganda yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan asupan protein nasional. Selain memerangi stunting dan membangun generasi tangguh, kuat dan cerdas, susu ikan juga berdampak pada usaha mikro, kecil, dan menangah (UMKM), serta tenaga kerja. (***)

Hasil Hidrolisat Protein Ikan, Kenapa Disebut Susu Ikan?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|