- Sebanyak 17 kelompok pemuda yang difasilitasi Yayasan Kehati bertemu untuk mempresentasikan ide inovatif terkait tantangan lingkungan
- Dua proyek terpilih untuk didanai dan didampingi, yaitu Yayasan Pojok Rakyat Nusantara, yang mengajak mahasiswa mengembangkan komoditas dari tanaman endemik, dan Yapeka yang menginisiasi platform berbasis citizen science untuk penelitian dan konservasi dugong di Sulawesi Utara.
- Kegiatan ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pada pengembangan lapangan kerja di bidang ekonomi hijau atau green jobs
- Pekerjaan hijau merupakan bagian penting untuk pembangunan Indonesia yang lebih berkelanjutan. Untuk itu, aspek lingkungan harus dilekatkan dalam setiap pembangunan.
Di antara suasana pepohonan yang rimbun di area perkemahan Ciputri Tenjolaya, Desa Tapos, Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sekelompok anak muda berkumpul untuk berdiskusi tentang masa depan lingkungan.
Diiringi suara alam sebagai latar belakang, mereka berbagi ide dan gagasan, saling bertukar pandangan mengenai tantangan yang dihadapi bumi, mulai dari krisis iklim hingga pencemaran yang mengancam ekosistem.
Suasana hangat dan penuh semangat yang menciptakan ruang bagi kreativitas dan kolaborasi ini difasilitasi Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), dimana setiap inovasi mereka untuk menjawab persoalan lingkungan yang mereka rasakan didengar dan dihargai.
Ada 17 kelompok anak muda yang mempresentasikan inovasinya. Dari 17 inisiatif itu terpilih dua terbaik untuk didanai dan didampingi, yaitu Yayasan Pojok Rakyat Nusantara (PRN) dan Yapeka.
Melalui inovasi travelling desa-desa, yayasan PRN ingin mengajak mahasiswa mengolah salah satu spesies tanaman endemik di lahan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat menjadi komoditas bernilai jual.
Hisyam Adhisatrio (27), mewakili Yayasan PRN terlihat antusias memaparkan inovasinya yang digagas bersama dua rekannya. Ia bilang dengan mengidentifikasi biodiversitas tanaman yang ada, membuat sistem demplot agroekologis, dan inkubasi petani muda, maka ekosistem desa yang produktif mampu tercipta.
“Umumnya tumbuhan di lingkungan sekitar masih belum termanfaatkan dengan baik. Bahkan, lazimnya mengarah ke sudut pandang yang naif dan antroposentris, seperti tumbuhan dipandang tidak penting bagi manusia, membosankan atau tidak melakukan apapun,” katanya, dalam acara Biodiversity Warrior Camp 2024, beberapa waktu lalu.
Disamping itu, inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penelitian mahasiswa, pengembangan dan operasi usaha generasi muda di bidang konservasi alam. Praktik penerapan agroekologi ini nantinya diharapkan bisa meningkatkan minat anak muda untuk bertani. Selain itu, bisa menciptakan bisnis hijau, dan dapat merestorasi ekosistem daerah penyangga.
Baca : Peluang Pekerjaan Hijau Menarik bagi Mahasiswa di Tengah Ancaman Krisis Iklim
Inovasi Jumpa Dugong
Berangkat dari minimnya informasi mengenai populasi dan distribusi dugong di Indonesia, Bella Riskyta Arinda (25), dari Yapeka mempresentasikan inovasi tentang Ekspedisi Jumpa Dugong, yaitu platform berbasis citizen science.
Program ekspedisi riset ini mengkombinasikan tur wisata edukatif dengan penelitian dugong di Sulawesi Utara. Tujuannya yaitu mengajak masyarakat baik dari dalam maupun luar negeri untuk berkontribusi pada penelitian dan upaya konservasi dugong melalui monitoring partisipatif.
Untuk memudahkan masyarakat dalam melaporkan perjumpaan dengan dugong, maka ekspedisi ini nantinya akan memanfaatkan teknologi digital, seperti ponsel pintar dan situs web. Laporan ini kemudian diverifikasi dan dianalisis melalui Sistem Informasi Geografis (GIS).
Melalui pendekatan ini, inovasi ekspedisi jumpa dugong diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengatasi kurangnya data historis dan keterbatasan dokumentasi, serta memperluas jangkauan pengumpulan data dengan mendorong partisipasi aktif dari publik.
Data base jumpa dugong ini kemudian akan diintegrasikan dengan data nasional yaitu Informasi Geospasial Tematik (IGT) Biota Laut dan Sistem Database Konservasi. Pengintegrasian data ini penting sebagai masukan rencana konservasi dugong (RAN Dugong, RZWP3K, penetapan kawasan prioritas konservasi).
“Dengan ekspedisi jumpa dugong ini harapannya ekosistem padang lamun terjaga, dan konservasi dugong bisa efektif. Disamping itu, bisa menambah nilai perekonomian masyarakat pesisir,” jelas Bella.
Terpenting, terang Bella, melalui inovasi ini diharapkan bisa menjadi salah satu jawaban atas berbagai ancaman yang dialami hewan yang dikenal juga sebagai sapi laut itu. Sebab, persoalan dugong ini cukup kompleks dan mengkhawatirkan karena populasinya terus menurun.
Mamalia laut ini rentan terhadap berbagai gangguan lingkungan baik dari aktivitas manusia dan perubahan iklim. Saat ini, berdasarkan data International Union for Conservation of Nature atau IUCN mamalia laut dikenal dengan duyung ini berstatus rentan punah (vulnerable) dan termasuk dalam golongan Appendix I
Padahal, dugong merupakan satu-satunya mamalia laut herbivora yang hidup di perairan Indonesia yang berperan sebagai ecosystem engineer di padang lamun. Sedangkan padang lamun merupakan habitat pembibitan udang dan ikan di bawah laut.
Melalui proses penilaian, Bella dan timnya terpilih mendapatkan pendanaan dari Yayasan Kehati atas inovasi yang mereka paparkan. selanjutnya, kedua kelompok yang menerima pendanaan ini akan mendapatkan mentoring dari fasilitator selama 3 bulan.
Terlibat dalam Investasi Berdampak
Tidak hanya bertujuan untuk menggali ide-ide keratif dari generasi muda atas permasalahan biodiversitas, pengelolaan sampah, dan polusi yang selama ini menjadi isu lingkungan di Indonesia. Namun, inovasi itu diharapkan benar-benar bisa diaplikasikan, bahkan menjadi model bisnis berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Kehati, Riki Frindos, mengemukakan, bahwa sebagai bagian dari upaya menciptakan ekosistem yang selaras antara bisnis dan keberlanjutan, anak-anak muda didorong untuk menciptakan bisnis baru yang ramah lingkungan melalui penjaringan ide ini.
Dengan menyinergikan antara bisnis dan lingkungan, kata dia, aktivitas pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan dengan kegiatan ekonomi.
Riki berharap kegiatan ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan lapangan kerja di bidang ekonomi hijau atau green jobs, sejalan dengan agenda pemerintah untuk menciptakan lebih banyak pekerjaan hijau.
“Pelan-pelan kita ingin mengintegrasikan isu sustainability ke dalam bisnis itu menjadi mainstream. Artinya pada akhirnya nanti kita mungkin gak bilang green jobs lagi. Ya semua pekerjaan itu sudah green,” ungkapnya.
Pekerjaan Memulihkan Lingkungan
Dalam definisinya pekerjaan hijau adalah pekerjaan yang berkontribusi dalam melestarikan dan atau memulihkan lingkungan, juga mempromosikan pekerjaan yang layak yang mempunyai tugas dan keterampilan khusus, menerapkan proses ramah lingkungan. Begitupun dengan jasa atau produk yang dihasilkan.
Nur Hygiawati Rahayu, Direktur Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengungkapkan, istilah green jobs sebenarnya bukan hal yang baru. Konsep ini sudah ada sejak tahun 2007 yang direkomendasikan Internasional Labour Organization atau ILO.
Bagi Bappenas, green jobs menjadi bagian penting untuk pembangunan Indonesia yang lebih berkelanjutan. Untuk itu, aspek lingkungan harus dilekatkan dalam setiap pembangunan.
Ia menilai, green jobs merupakan pekerjaan yang positif yang bisa memberikan konstribusi kepada individu untuk meningkatkan kualitas hidupnya, kompetensinya, dan juga kepada republik ini.
Mengingat betapa pentingnya konsep green jobs ini, beberapa substansi peta jalan juga sudah dimasukkan dalam rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025-2029.
Pekerjaan hijau atau green jobs disebut akan menghasilkan peluang bisnis senilai 10 triliun dollar AS di tahun 2030. Selain itu, profesi hijau ini juga bisa menciptakan 3,395 juta lapangan pekerjaan. (***)