- Rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Namar, Kepulauan Kei Kecil diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malra Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara.
- PLTBm Namar berdaya 10 MW, dan akan dioperasikan dengan pemanfaatan sumber biomassa.
- Pakar lingkungan Universitas Pattimura, Profesor Agus Kastanya menyebut pola pemanfaatan hutan energi dari tanaman monokultur tidak bisa di anjurkan untuk pulau-pulau kecil di Maluku yang amat rentan terdampak perubahan iklim.
- Maluku memiliki berbagai sumber energi listrik terbarukan non biomassa seperti tenaga surya, angin, air, panas bumi, bio energi, arus laut dan gas yang diperkirakan mencapai 56 MW yang tersebar di 7 lokasi.
Pemerintah menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Desa (Ohoi) Namar, Kecamatan Manyeuw, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra). Tujuannya adalah untuk mitigasi perubahan iklim, dengan menggantikan energi fosil dengan energi terbarukan.
Pengembangan PLTBm di Ohoi Namar ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malra Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, pasal 18 angka 3 poin C yang menyebut sistem jaringan energi pembangkit listrik akan di bangun yaitu PLTBm Langgur 2 di Kecamatan Manyeuw.
“Di kawasan ini nantinya akan dibangun infrastruktur pembangkit tenaga listrik dan penampungan bahan baku, berupa kayu dan daun,” ungkap Malik Renfaan, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan ruang ( PUTR) Kabupaten Maluku Tenggara (08/08/2024).
“Pihak PLN Pusat pernah datang dan mereka menyampaikan tentang rencana pembangunan PLTBm, dan pemerintah kabupaten diminta untuk menyediakan lahan PLTBm sekaligus dengan lahan untuk menampung bahan bakunya,” ucapnya.
Kerentanan Ekologis di Pulau Kecil
Desa Namar, adalah kawasan pertanian lahan kering, yang berjarak 10,8 km dari Langgur, Ibu Kota Kabupaten Maluku Tenggara.
Warga desa ini umumnya bergantung kepada usaha bertani juga nelayan. Lautnya menyediakan potensi sumber daya jenis ikan pelagis seperti ikan kakap, kerapu, tongkol, layang dan teri, abalon, teripang, kerang, kepiting.
Wilayah ini juga merupakan kawasan konservasi penyu. Tahun 2023, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah melakukan pelepasliaran 69 ekor penyu (Eetmochelys imbricata) di daerah ini.
“Ini daerah karang, yang terletak 100 meter di atas permukaan laut,” sebut Neles Retoop, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malra (08/08/2024).
Neles bilang soal rencana pengembangan PLTBm telah didengarnya. Hanya saja jika bahan baku PLTBm adalah vegetasi, maka diperlukan kajian serius.
“Jika bahan bakarnya dari vegetasi, kayu dan lain lain maka mestilah dilakukan kajian serius. Karena di satu sisi kita melakukan mitigasi namun disisi lain mengakibatkan masalah baru,” ujarnya.
Alih-alih sumber bioenergi, Neles menyarankan jika pembangkit listrik bisa menggunakan bahan baku dari sampah yang sekarang limbahnya jadi masalah di pulau-pulau kecil.
“Kabupaten Malra, sampah yang dihasilkan per hari apakah 20 ton Jika disinergikan dengan sampah dari Kota Tual maka hal itu bisa memadai.”
Smart Agroforestry
Saat dijumpai terpisah, Ahli hutan dan lingkungan Universitas Pattimura, Prof. Agus Kastanya menerangkan pembangunan di pulau-pulau kecil harus memperhatikan kondisi daya dukung lingkungan.
Dia menyebut kepulauan Maluku umumnya memiliki karakter Daerah Aliran Sungai (DAS) yang pendek.
“Dengan DAS yang pendek, jika tutupan hutan di buka maka lingkungan akan hancur, air akan kering di waktu musim kemarau, sebaliknya akan terjadi erosi dan banjir di musim penghujan. Dampaknya akan terasa di kawasan pesisir dan laut,” jelas Agus.
Dengan perubahan iklim sebutnya, keberadaan pulau kecil, sedang di intip bahaya yang berasal dari kenaikan muka air laut, naiknya temperatur dan terjadinya badai tropis dan memicu abrasi pantai yang cukup masif.
“Bio energi dari biomassa itu memanfaatkan bahan baku vegetasi. Pemanfaatan sumber energi hutan yang bersifat monokultur untuk bahan baku akan memicu masalah lingkungan,” sambung Agus.
“Pemanfaatan energi berpola hutan energi tidak bisa di anjurkan untuk pulau kecil. Itu berbahaya. Jadi sekali kali jangan melakukan program seperti itu di pulau kecil.”
Untuk menjaga kondisi ekologis pulau kecil, Agus menyarankan Smart Agroforestry yang berasal dari tanaman yang sudah berkembang demi menjamin ketersediaan sumber air.
“Untuk pulau kecil jangan dibangun industri energi biomassa atau bioenergi yang tidak menjamin kelestarian lingkungan. Karena untuk hal itu membutuhkan lahan dan ruang yang cukup luas.” terangnya.
Dilansir dari Mongabay, Indonesia akan menjadi satu dari banyak negara pulau dan kepulauan di dunia yang merasakan dampak dari perubahan iklim di kawasan pesisir.
Dalam hitungan 15 tahun ke depan, dampak tersebut akan mengakibatkan terjadinya kenaikan permukaan air laut sampai kenaikan gelombang pasang. Pada kurun waktu tersebut, Indonesia Timur diprediksi akan menjadi wilayah terparah yang terkena dampak.
Kondisi Kabupaten Maluku Tenggara
Sesuai peta Geologi Indonesia 1965, kepulauan di Maluku Tenggara terbentuk dari tanah dan batuan yang tercatat sebanyak 3 jenis tanah (podzolik, rensina, latosol) dan 5 jenis batuan (aluvium undak, terumbu koral, seklis habluk, paleogen, ulagan paleozoikum).
Iklim dan Cuaca Iklim wilayah kabupaten Maluku Tenggara dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura, dan Samudra Indonesia yang dibayangi oleh pulau Papua di bagian Timur dan benua Australia di bagian Selatan, sehingga perubahan iklim dapat terjadi sewaktu waktu.
Tipe iklim berdasarkan klasifikasi agroklimat, kabupaten ini termasuk dalam Zona agroklimat C2 di mana bulan basah terjadi selama5-6 bulan dan bulan kering terjadi selama 4-5 bulan.
Dialiri sungai dan danau yang berair sepanjang tahun tercatat berjumlah tujuh buah. Di pulau Kei kecil ada 3 buah sungai yaitu Evu, Semawi, dan Uf, sedangkan di Kei Besar memiliki 4 buah sungai yaitu Holay, Wetuar, Ur, dan Weduar.
Sementara terdapat 2 buah danau di pulau Kei kecil yaitu Danau Ablel dan Wearlaai.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan sipil, penduduk Maluku Tenggara pada tahun 2020 adalah berjumlah 121.511 jiwa, yang terdiri dari 60,488 laki-laki dan 61.023 perempuan, yang tersebar di 11 kecamatan dengan kepadatan sebesar 124 jiwa per km persegi.
Jumlah penduduk di kecamatan Kei kecil merupakan yang terbanyak di antara 11 kecamatan yaitu: 33.987 jiwa karena kecamatan ini menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian.
Kelapa adalah tanaman produksi andalan yang mampu menyumbang 1.149,04 ton di tahun 2020, terbanyak berasal dari kawasan Kecamatan Kei Besar Selatan sebesar 2.310 ton. (Data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2021)
Kepala Ohoi (Desa) Namar, Roby Sirwutubun, saat diwawancarai menyebut telah menerima informasi soal rencana pengembangan PLTBm dari Dinas PUPR Kabupaten Maluku Tenggara melalui Kepala Bidang Bina Marga.
“Rencana pembangunan perusahaan masih sebatas komunikasi, belum ada kejelasan tindak lanjutnya. Walaupun [komunikasi] itu sudah dilakukan, maka sudah pasti harus ada pembicaraan dengan warga di enam Ohoi di Kecamatan Manyeuw,“ ucapnya.
Enam desa itu sebutnya adalah Namar, Ngayup, Ngilngof, Ohoililir, Ohoiluk dan Selayar.
Roby menjelaskan, hadirnya perusahaan di kawasan Namar dan sekitarnya harus memperhitungkan kondisi ketersediaan air bersih, di mana warga enam amat bergantung pada salah salah satu danau di tengah pulau di Kei Kecil.
“Ada danau namanya Ablel Ohoi Namar. Danau itu menjadi sumber air bersih untuk warga di Kepulauan Kei Kecil.
Danau itu digunakan pihak PDAM dan warga untuk kebutuhan hari hari. Jika nantinya ada investasi perusahaan di lokasi Namar dan sekitarnya persoalan air bersih juga pun harus diperhatikan secara serius.“ tekannya.
Ambisi Mengaliri Listrik di Kepulauan Maluku
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) diketahui merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi biomassa, yang berasal dari bagian vegetasi, maupun limbah pertanian.
Keberadaannya dipercayai bersifat berkelanjutan sehingga bisa digunakan sebagai pembangkit listrik, jika dibandingkan energi berbahan baku fosil.
Data Direktorat Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM dalam kaitan dengan pengusulan PLTBm di Provinsi Maluku, rencananya akan dikembangkan di empat kawasan.
Empat kawasan tersebut adalah, Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) berkapasitas 10 MW, Amahai, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) berkapasitas 6 MW, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru berkapasitas 10 MW dan Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) berkapasitas 10 MW.
Jika terealisir, pengembangan PLTBM akan dikelola oleh Independent Power Producer (IPP) sebagai pelaksana proyek, sementara PLN berposisi sebagai pembeli daya listrik.
Dari rasio elektrifikasi ideal, Provinsi Maluku masih tertinggal sehingga menghambat pembangunan daerah serta optimalisasi potensi sektor unggulan yakni perikanan. Di Maluku, konsumsi listrik ada pada angka 2,5 persen, jauh dari Sulawesi dan Kalimantan yang ada pada posisi 4,6 dan 4,5 persen.
Dilansir dari Website pln.co.id, potensi sumber energi listrik yang tersedia di Maluku terdiri dari tenaga surya, angin,air, panas bumi, bio energi,arus laut dan gas bumi.
Diperkirakan sumber tenaga hybrid mencapai 56 MW yang tersebar di 7 lokasi.
Dalam rapat kerja antara komisi B DPRD Maluku dengan Manajer PT PLN (Persero) Unit Instalasi Pembangkit XIV UPK Pembangkit dan Jaringan Papua-Maluku-2 Ambon pada tanggal 3 September 2016, PT PLN (Persero) bakal membangun Pusat Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) berkapasitas 10 MW di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Namlea Kabupaten Buru, Langgur (Maluku Tenggara) dan Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru.
Dewan Energi Indonesia dalam proyeksi nasional menjelaskan permintaan energi Indonesia akan meningkat 5,0 persen per tahun. Dan tahun 2050 akan mencapai persentase 548,8 million tonne oil equivalent (MTOE).
Saat ini 83 persen sumber energi listrik di Indonesia menggunakan energi fosil dan masuk dalam negara penyumbang CO2 teratas di Dunia.
Di sisi lain, potensi energi hijau untuk pembangkit listrik mencapai total 3.643 GW, sehingga pemanfaatannya dianggap memiliki nilai penting untuk pemerataan pembangunan di bidang energi.
Tulisan ini adalah kerjasama antara Mongabay Indonesia dengan Forest Watch Indonesia. Artikel ini telah terbit di Titastory.id
Studi: Warga Lokal Setujui Kawasan Konservasi Laut di Kei untuk Kurangi Dampak Perubahan Iklim