Perang Dagang, Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Perlu Pertahananamp;nbsp;

17 hours ago 4

Perang Dagang, Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Perlu Pertahanan 

Kondisi perekonomian dunia yang tak pasti akibat perang dagang membuat Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) perlu pertahanan. (Foto: Okezone.com)

JAKARTA - Kondisi perekonomian dunia yang tak pasti akibat perang dagang membuat Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) perlu pertahanan. Penurunan permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat yang mengenakan tarif hingga 32% pada produk tekstil tertentu, semakin diperberat oleh wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY) 

Padahal benang merupakan bahan baku penting bagi industri tekstil berbasis poliester. Pengenaan BMAD akan memicu peningkatan biaya produksi.

1. Industri TPT dalam negeri

POY dan DTY digunakan secara luas sebagai input utama dalam proses pembuatan kain sintetis dan produk tekstil lainnya. Ketersediaannya yang stabil dan kompetitif sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan dan efisiensi industri hilir, seperti garmen, konveksi, dan tekstil rumah tangga. Dalam konteks ini, para pelaku usaha menyampaikan pandangan bahwa kapasitas produksi nasional untuk POY dan DTY saat ini masih memerlukan penguatan, terutama dalam aspek volume pasokan, konsistensi kualitas, dan keterjangkauan harga.
 
“Industri sangat memahami pentingnya instrumen trade remedies seperti BMAD untuk melindungi produsen dalam negeri. Namun, pelaksanaannya perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan hulu dan hilir agar tidak menimbulkan tekanan berlebih pada pelaku usaha, khususnya sektor hilir yang padat karya,” ujar Direktur PT Sipatamoda Indonesia Ian Syarif, Rabu (7/5/2025).
 
Menurut data yang dihimpun dari berbagai perusahaan tekstil di sentra industri nasional, peningkatan bea masuk atas POY dan DTY berpotensi berdampak pada struktur biaya produksi yang pada akhirnya memengaruhi daya saing produk tekstil nasional, baik di pasar domestik maupun ekspor.

2. Komite Anti Dumping

Dalam laporan akhir penyelidikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), diusulkan pengenaan BMAD dengan kisaran tarif hingga 42,30%. Terkait hal ini, kami bersama para pelaku industri telah menyampaikan petisi kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, sebagai bentuk aspirasi konstruktif yang mencerminkan harapan agar kebijakan pengendalian impor dilakukan secara proporsional dan berdasarkan peta kapasitas nasional.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|