Pembatasan Interaksi Jaksa dan Penyidik di RUU KUHAP Disorot Akademisi

8 hours ago 1

Pembatasan Interaksi Jaksa dan Penyidik di RUU KUHAP Disorot Akademisi

Akedemisi soroti KUHAP (foto: dok ist)

JAKARTA – Polemik terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP yang sedang dibahas DPR terus bergulir. Klausa yang mengatur interaksi antara jaksa dan penyidik yang hanya berjumlah satu kali tidak luput dari kritik. Pengaturan ini dianggap berpotensi menciderai keadilan.

JAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) KUHAP yang dibahas DPR menjadi polemik. Polemik itu terus bergulir seiring dengan adanya klausa yang mengatur interaksi jaksa dan penyidik, yang berjumlah satu kali tidak luput dari kritikan. Pengaturan ini dianggap oleh akademisi mencederai keadilan.

"Tanpa kontrol yudisial dan kepastian perlindungan terhadap warga negara, hukum acara pidana hanya akan menjadi instrumen kekuasaan yang berpotensi represif dan menciderai keadilan," kata Pakar hukum Universitas Brawijaya, Nurini Aprilianda di seminar bertajuk "Critical Review atas Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tahun 2025” di Gedung Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Malang, Sabtu (17/5/2025).

Ia menilai sejak awal seharusnya pihak kejaksaan telah dilibatkan dalam proses penyidikan awal. Langkah tersebut disebut Ketua Tim Penyusun DIM RUU KUHAP FH UB ini dipercaya dapat memastikan proses penyidikan tidak sia-sia. Tapi di Pasal 24 - 26 RUU KUHAP justru ada indikasi pembatasan interaksi antara jaksa dan penyidik.

“Usulan kami itu adalah menegaskan kembali peran jaksa sejak awal, Jadi jaksa ini harus diberikan satu posisi resmi dan aktif dari tahap penyidikan. Untuk apa? Ya, untuk bisa melakukan monitoring legalitas dari upaya paksa. Kemudian menilai kecukupan bukti lebih dini,” terangnya.

Ia pun berpendapat, keterlibatan kejaksaan dalam penyidikan juga mendorong efisiensi dan keadilan penanganan perkara yang terarah serta membangun mekanisme check and balance. Hubungan antara jaksa dan penyidik, ditegaskannya, harus bersifat saling kontrol, bukan dominasi secara sepihak.

“Jadi mekanisme ini bisa berbentuk koordinasi. Dan wajibnya di antara penyidik dengan jaksa. Dan kemudian kewenangan jaksa menghentikan penyidikan apabila ditemukan misalnya ada pelanggaran hukum di dalamnya. Kemudian ada penyusunan standar operasional prosedur bersama antara kepolisian dengan kejaksaan. Nah, tanpa penguatan prinsip dominus litis ini, ya kita memposisikan atau memberikan peran terhadap jaksa sejak awal,” tegasnya.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|