Contoh 2 Khutbah Jumat tentang Zakat Fitrah (Ilustrasi/Ist)
JAKARTA - Khutbah Jumat tentang zakat fitrah menarik disimak. Zakat fitrah mempunyai keutamaan dalam menjaga keseimbangan sosial.
Hal tersebut membantu mengurangi kesenjangan sosial antara orang kaya dan orang miskin, sehingga tercipta suatu masyarakat yang lebih harmonis dan adil. Zakat fitrah menjadi bentuk rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan sepanjang Ramadhan.
Dilansir dari berbagai sumber pada Jumat (28/3/2025), Okezone telah merangkum khutbah Jumat tentang zakat fitrah, sebagai berikut.
1. Khutbah Pertama
الحَمْدُ ِللهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الحَلِيْمِ الكَرِيْمِ السَّتَّارِ، المُنَزَّهِ عَنِ الشَّبِيْهِ وَالشَّرِيْكِ وَالإِنْظَارِ. انْفَرَدَ بِالوَحْدَانِيَّةِ, وَتَقَدَّسَ فِي ذَاتِهِ العَلِيَّة, وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ. أَحْمَدُهُ حَمْدَ عَبْدٍ مُعْتَرِفٍ بِالذُّلِّ وَالإنْكِسَارِ. وَأَشْكُرُهُ شُكْرَ مَنْ صَرَّفَ جَوَارِحَهُ فِي طَاعَةِ رَبِّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِي قَائِلُهَا مِنَ النَّارِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا النَّبِيُّ المُخْتَارُ ، صَلاَةُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ اْلأطْهَارْ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهَ اْلكَرِيْمِ : وَلاَ تُفْسِدُوْا فِي اْلأرْضِ بَعْدَ إصْلاَحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ اْلمُحْسِنِيْنَ ، أمَّابَعْدُ : ياَأَيُّهاَ النَّاسُ اتَّقُوالله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوتُنَّ إِلاَّوَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hadirin yang dimuliakan Allah SWT
Marilah kita bersama berusaha meningkatkan ketakwaan kepada, dalam arti meningkatkan kesungguhan kita untuk melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala hal yang dilarang. Mudah-mudahan kita senantiasa termasuk golongan hamba yang mendapatkan petunjuk di jalan kebenaran.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali musibah yang melanda negeri kita. Dari banjir bandang, amukan angin topan, tanah longsor, hingga gempa bumi dan jebolnya tanggul-tanggul penahan air. Alam seolah begitu murka dengan keserakahan umat manusia yang dengan rakus mengeksploitasinya tanpa henti.
Setidaknya, dari beberapa peristiwa ini kita dapat memetik hikmah mengapa musibah selalu saja menimpa?. Mungkin kita akan menemukan banyak pendapat mengapa ini terjadi. Para ahli geologi, barangkali akan mengatakan: Ini hanya peristiwa alam biasa. Mungkin para dukun juga akan mengatakan: kejadian-kejadian tersebut adalah penanda pergantian zaman. Namun yang demikian adalah pendapat, sah-sah saja jika kita percaya, namun tidak wajib kita imani.
Terlepas dari segala kelakuan dan antisipasi manusia, dalam pandangan al-Qur’an, aneka musibah adalah merupakan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Takdir yang telah digariskan oleh-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubat ayat 51:
قُلْ لَنْ يُصِيْبَنَا إلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَاْليَتَوَكَّلِ اْلمُؤْمِنُوْنَ
Artinya: Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dia-lah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.
Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa setiap peristiwa yang terjadi semuanya telah digariskan Allah. Dan hanya kepada Allah, kita berlindung. Lalu mengapakah Allah menimpakan bencana kepada umat-Nya? Umat yang mengimani dan menyembah-Nya dalam ajaran yang benar dan hak? Mengapa bukan orang-orang kafir saja ditumpas dengan bencana?
Jawabnya adalah, karena di balik setiap takdir, pastilah terdapat makna yang tersembunyi. Termasuk dalam beberapa musibah yang melanda. Dan bagi saudara-saudara kita yang tertimpa musibah namun masih hidup setidaknya dapat memetik hikmah atas apa yang menimpa mereka.
Mereka yang lolos dari bencana adalah orang-orang yang beruntung karena masih sempat ditegur oleh Allah SWT. Mereka yang selamat masih diberi kesempatan untuk memperbaiki kualitas ketakwaan, keimanan dan hidupnya. Mereka masih sempat meminta ampunan atas segala kesalahan serta berbuat kebajikan sepanjang sisa hidupnya untuk menghapuskan dosa.
Bencana menjadi teguran bagi yang selamat, demikian pula bagi yang berada jauh dari tempat kejadian. Orang-orang yang tidak terkena bencana, mendapatkan cobaan dari dampak bencana. Mereka yang sentosa berkewajiban menolong yang kepayahan. Mereka yang hidup berkewajiban menyelenggarakan jenazah bagi yang meninggal.
Mereka yang masih memiliki banyak harta, berkewajiban memberikan makanan dan pakaian serta menolong dengan segenap kemampuan kepada mereka yang kehilangan segalanya. Memberi makan kepada yang kelaparan, pakaian kepada yang telanjang dan memfasilitasi yang kehilangan tempat tinggal.
Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; barangsiapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan Akhirat; dan Allah selalu akan menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya. (HR Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Artinya: Hak seorang muslim atas seorang muslim yang lain ada enam. Di antara para sahabat ada yang bertanya: Apa saja ya Rasulullah? Beliau menjawab: Bila kamu berjumpa dengannya ucapkan salam, jika ia mengundangmu penuhilah, jika ia meminta nasihat kepadamu nasihatilah, jika ia bersin dan memuji Allah hendaknya kamu mendoakannya, dan jika ia sakit jenguklah, dan jika ia mati antarkanlah jenazahnya. (HR Muslim)