Makanan Sisa Dijual Kembali, Bagaimana Penjelasannya dalam Ajaran Islam?

4 hours ago 1

Makanan Sisa Dijual Kembali, Bagaimana Penjelasannya dalam Ajaran Islam?

Makanan Sisa Dijual Kembali, Bagaimana Penjelasannya dalam Ajaran Islam? (Ilustrasi/Dok Okezone)

JAKARTA - Bolehkah makanan sisa dijual kembali dalam ajaran Islam? Hal ini patut diketahui kaum muslim. 

Islam tak hanya mengatur ibadah, tapi seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam jual-beli, juga ada prinsip syariah yang harus dipatuhi. Hal ini adalah soal kejujuran dan transparansi dalam transaksi. 

1.Curang dalam Jual Beli

Rasulullah SAW pernah bersabda melarang berbuat curang dalam jual beli:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، ولَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ  بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ، إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُ 

Artinya: "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak halal baginya menjual sesuatu yang terdapat cacat pada saudaranya kecuali ia menjelaskannya." (HR. Ibn Majah dalam Sunan Ibni Majah [Beirut: Darur Risalah Al-'Alamiyyah, 2009], juz III, halaman 356). 

Kemudian, hadits lain yang menekankan pentingnya kejujuran dalam jual beli adalah sebagai berikut:

 مَنْ بَاعَ عَيْبًا لَمْ يُبَيِّنْهُ، لَمْ يَزَلْ فِي مَقْتِ اللَّهِ، وَلَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تَلْعَنُهُ 

Artinya: "Barangsiapa menjual sesuatu yang mengandung cacat dan tidak menjelaskannya, ia senantiasa dalam murka Allah, dan malaikat senantiasa melaknatnya" (Sunan Ibn Majah, juz III, halaman 356). 

Selain itu, Rasulullah bersabda:

 مَنْ غَشَّنَا  فَلَيْسَ مِنَّا 

Artinya: "Barangsiapa menipu kami (umat islam) maka ia bukan golongan kami." (HR Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim [Beirut: Dar Ihya'it Turatsil 'Arabi, 1955], juz I, halaman 99). 

Melansir NU Online, Kamis (24/4/2025), dengan melihat redaksi hadits-hadits di atas, Rasulullah SAW melarang keras adanya penipuan dalam transaksi jual-beli, oleh karena itu Ibnu Hajar al-Haitami mengategorikan penipuan dalam jual beli sebagai dosa besar (Az-Zawajir [Beirut: Darul Fikr, 1987], juz I, halaman 393).

2. Maksud Penipuan dalam Jual Beli

Untuk mengetahui masalah ini secara lebih spesifik, perlu mencari penjelasan para ulama ahli fiqih tentang apa yang dimaksud penipuan tersebut. Para ulama, salah satunya 'Ali Syabramallisi menjelaskan kriteria penipuan dalam jual beli sebagai berikut:

 وَضَابِطُ الْغِشِّ الْمُحَرَّمِ أَنْ يَعْلَمَ ذُو السِّلْعَةِ مِنْ نَحْوِ بَائِعٍ أَوْ مُشْتَرٍ فِيهَا شَيْئًا لَوْ اطَّلَعَ عَلَيْهِ مَرِيدُ أَخْذهَا مَا أَخَذَهَا بِذَلِكَ الْمُقَابِلِ، فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُعْلِمَهُ بِهِ لَيَدْخُلَ فِي أَخْذِهِ عَلَى بَصِيرَةٍ 

Artinya: "Batasan penipuan yang diharamkan adalah ketika penjual atau siapa pun mengetahui bahwa dalam barang dagangan terdapat sesuatu yang andaikan calon pembeli mengetahuinya, ia tidak akan membelinya dengan harga yang tersebut, maka penjual atau siapa pun yang mengetahui harus memberitahu calon pembeli tersebut, agar ia membeli barang yang benar-benar ia ketahui segala informasinya." (Hasyiyah 'Ali Syabramallisi 'alan Nihayah [Beirut: Darul Fikr, 1984], juz IV, halaman 71). 

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|