Dampak Perang Dagang pada Ekonomi Dunia dan Indonesia. (Foto: Okezone.com/Freepik)
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperingatkan ketidakpastian perekonomian global semakin meningkat akibat tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS). Kebijakan yang diumumkan pada awal April, beserta langkah retaliasi dari Tiongkok dan potensi respons serupa dari negara lain, berpotensi memicu fragmentasi ekonomi global dan menurunkan volume perdagangan dunia.
1. Ekonomi Dunia Menurun
"Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diprakirakan akan menurun dari 3,2% menjadi 2,9% dengan penurunan terbesar terjadi di AS dan Tiongkok sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut," ujar Perry dalam pengumuman hasil RDG BI periode April 2025 di Jakarta, Rabu (23/4/2025)
Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya juga diprediksi akan mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan oleh dampak langsung berupa penurunan ekspor ke AS, serta dampak tidak langsung dari berkurangnya volume perdagangan dengan negara-negara lain.
Perang tarif dan konsekuensi negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi di AS, Tiongkok, dan secara global, diproyeksikan akan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global. Kondisi ini juga mendorong perilaku risk aversion atau penghindaran risiko di kalangan pemilik modal.
2. Pergerakan Nilai Tukar
Sebagai respons terhadap meningkatnya ketidakpastian, yield US Treasury (imbal hasil obligasi pemerintah AS) mengalami penurunan, dan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang utama dunia (DXY) melemah. Situasi ini terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) atau suku bunga acuan AS.
Aliran modal global juga menunjukkan pergeseran, menjauhi AS menuju negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset), terutama aset keuangan di Eropa dan Jepang, serta komoditas emas.
Sementara itu, tren aliran keluar modal dari negara-negara berkembang diperkirakan masih akan berlanjut, yang dapat memberikan tekanan terhadap pelemahan mata uang negara-negara tersebut, termasuk Rupiah.
Menyikapi kondisi global yang semakin memburuk ini, Gubernur Perry menekankan perlunya penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal Indonesia, mengendalikan stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
3. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5%.
Perry Warjiyo mengungkapkan, revisi tersebut disebabkan oleh dampak langsung kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan menurunkan ekspor Indonesia ke AS, serta dampak tidak langsung dari penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang utama Indonesia, terutama Tiongkok.
"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5%, dipengaruhi dampak langsung kebijakan tarif AS yang menurunkan ekspor Indonesia ke AS dan dampak tidak langsung akibat penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama Tiongkok," kata Perry.