Slank Pernah Gunakan Direct License Sejak Awal 2000-an, Berhenti karena Ini (Foto: Slank)
JAKARTA - Slank ternyata sudah menerapkan sistem direct license jauh sebelum istilah itu ramai dibicarakan saat ini. Di awal tahun 2000-an, mereka sempat mengatur perizinan penggunaan lagu secara langsung, tanpa melalui lembaga pengelola royalti seperti yang sekarang umum dilakukan.
“Dulu, sebelum ada WAMI, Slank tuh langsung urus sendiri. Jadi misalnya ada stasiun TV telepon, bilang, ‘Mas Bimbim, ini ada artis mau bawain lagu Slank, boleh nggak?’ Kita cek dulu artisnya siapa, kalau oke, cantik, ya udah boleh,” kata Bimbim saat ditemui di markas Potlot, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Praktik itu berlangsung sebelum munculnya Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang kini menjadi rujukan utama dalam sistem royalti musik. Slank saat itu memilih jalur langsung, karena lebih sederhana dan personal.

Namun seiring berjalannya waktu dan munculnya LMK, Slank merasa pengurusan royalti lebih praktis jika dikelola oleh lembaga resmi.
“Dulu kita nggak mikirin dibayar berapa, terserah aja. Yang penting izin,” sambung Kaka.
Di tengah perdebatan antara AKSI (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) dan VISI (Vibrasi Suara Indonesia) soal sistem distribusi royalti, Slank memilih tidak berpihak. Bagi mereka, royalti bukan sumber penghasilan utama.
“Kita sih hidupnya dari manggung. Royalti mah belum bisa dijadiin andalan,” ujar Bimbim.
Kaka juga sempat diajak untuk bergabung ke salah satu kelompok dalam polemik ini. Namun, vokalis Slank itu memilih menolak sejak awal.
“Nggak tahu siapa, pokoknya ada yang telepon, nanya pendapat gue. Ya ngapain lo dengerin pendapat gue, gue aja nggak mau ikut-ikutan,” katanya.
Kaka mengaku tidak masalah selama dua pihak yang berseteru punya tujuan baik untuk memperbaiki sistem royalti.