Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengaku telah berkomunikasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia. (Foto: Okezone.com/MPI)
JAKARTA – Industri hotel dan restoran mengalami tekanan, bahkan mendekati krisis. Para pekerja di sektor ini pun terancam terkena efisiensi perusahaan alias Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengaku telah berkomunikasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sebagai langkah antisipatif menghadapi potensi gelombang PHK massal.
"Saya di Provinsi DKI berusaha semaksimal mungkin. Saya sudah berkomunikasi juga dengan PHRI supaya tidak ada PHK massal," kata Pramono di Stadion Tugu, Koja, Jakarta Utara, Senin (2/6/2025).
Pramono menyebut akan memperbanyak event atau kegiatan di Jakarta untuk menggenjot perekonomian, khususnya di sektor perhotelan dan restoran.
"Kenapa itu kami lakukan? Kami memperbanyak event. Kalau teman-teman perhatikan, event di Jakarta sekarang ini kan banyak banget. Mulai dari lomba lari—bulan ini saja ada tiga atau empat—kemudian event musik yang dulu belum ada seperti Sound Fest, sekarang ada. Kalau Java Jazz, kan memang sudah ada. Nah, dengan memperbanyak event ini, perhotelan bisa bertahan," ujarnya.
Pramono juga meyakini pemerintah pusat telah menyiapkan langkah konkret untuk menahan gelombang PHK massal di berbagai sektor.
"Tetapi saya yakin, saya melihat sekarang ini, apalagi di pemerintah pusat, sudah ada langkah-langkah untuk mengurangi pengetatan ini. Apalagi kalau kita lihat, bulan April ini sudah mulai surplus. Artinya, memang ada langkah-langkah itu, dan kami akan memberikan dukungan sepenuhnya," ungkapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengatakan bahwa industri perhotelan belakangan ini tengah mengalami tekanan akibat efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
Maulana menjelaskan, pendapatan hotel sekitar 40–60 persen bersumber dari belanja pemerintah. Bahkan, porsi tersebut bisa lebih besar, terutama di luar Pulau Jawa atau daerah yang tidak mengandalkan pariwisata seperti Bali.
"Sebenarnya memang yang terjadi itu, kegiatan pemerintah menjadi dominasi revenue-nya hotel. Jadi kalau saya katakan, sekitar 40–60 persen kontribusinya terhadap revenue hotel," ujarnya saat dihubungi, Kamis (29/5/2025).