Pangeran Diponegoro (Foto: Ist)
BENTENG Plered, bekas Kerajaan Mataram, dimanfaatkan Pangeran Diponegoro dan tentaranya untuk bertahan melawan Belanda. Pasukan Pangeran Diponegoro itu memang terdesak setelah beberapa serangan Belanda di Selarong, markas pasukan, dilakukan.
Informasi mengenai pemusatan pasukan Pangeran Diponegoro di Plered diperoleh oleh Kolonel Cochius, salah satu perwira tinggi Belanda. Benteng bekas Keraton Mataram di bawah komando Sultan Amangkurat I itu digunakan oleh 800–1.000 orang pasukan Pangeran Diponegoro di bawah pimpinan Tumenggung Wirodirejo.
Struktur bangunan benteng yang masih kokoh memang menjadi pilihan tepat bagi pasukan Pangeran Diponegoro untuk bertahan di sana. Benteng bekas istana Mataram itu memiliki ketinggian hingga lebih dari 20 kaki atau kurang lebih 6 meter.
Pasukan Belanda yang telah melakukan persiapan akhirnya melakukan penyerbuan pada 9 Juni 1826, dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Kekuatan pasukan Belanda pun tak main-main, sebanyak 7.342 pasukan menyerbu Benteng Plered dari empat penjuru.
Setelah bertempur satu hari yang banyak menelan korban dari kedua belah pihak, Kerto Pengalasan dapat meloloskan diri ke arah barat menuju Jekso Dekso. Operasi pengejaran pasukan Pangeran Diponegoro pun diteruskan ke Desa Jekso. Menariknya, di Desa Jekso ini, Belanda memanfaatkan intelijen warga pribumi, yakni abdi dalem Ngabehi Pancayatna.