Opini
, Jurnalis-Kamis, 10 April 2025 |13:01 WIB
Presiden Trump dan Perang Tarif (Foto: Andi Rahmat, Anggota DPR RI 2004-2009/2009-2014/Opini)
JAKARTA - Sebetulnya tidak ada yang aneh dari perilaku kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump. Penggunaan instrumen tarif sebagai alat proteksionisme perdagangan sudah sering dipergunakan oleh beberapa Presiden Amerika Serikat (AS) dalam 100 tahun terakhir.
Uniknya, penggunaan Instrumen tarif ini memang khas bagi Presiden Amerika Serikat dari kalangan Partai Republik. Di tahun 1930, Presiden Herbert Hoover mengesahkan Smooth-Hawley Act untuk melindungi sektor pertanian AS dari serbuan impor. Di tahun 1987, Presiden Ronald Reagan menarget industri otomotif Jepang dengan mengenakan tarif 100% terhadap sejumlah produk Jepang. Tujuannya untuk menekan Jepang untuk lebih membuka diri bagi penetrasi industri otomotif AS di Jepang dimasa itu.
Di tahun 2002, Presiden GW Bush juga mengenakan tarif 30% terhadap impor baja dari Eropa. Tujuannya melindungi Indsutri Baja AS yang sedang mengalami masalah serius.
Bangunan pemikiran kebijakan ekonomi kalangan Republikan memang memungkinkan hampir semua Presiden AS dari kalangan Republik, khususnya yang berasal dari sayap Konservatifnya, untuk menggunakan Instrumen Tarif dalam kebijakan perdagangan internasionalnya.
Tetapi Presiden Trump memang unik. Alih-alih menggunakan tarif selektif terbatas, Trump memilih menggunakan Tarif sebagai senjata pamungkas raksasa. Tidak hanya kepada satu atau dua negara, tapi mencakup lebih dari 65 negara yang dianggapnya menciptakan defisit perdagangan bagi AS. Tidak ada preseden semacam ini dalam sejarah modern perang dagang antar negara.
Karena tanpa preseden, reaksi dunia pun juga seperti tidak percaya. Cara Trump menggunakan instrumen tarif memang tidak memiliki pra teks normal yang dapat digunakan untuk mencerna kebijakannya. Tidak ada model norma rasional yang selama ini dipraktikkan dalam perdagangan internasional yang bisa dipakai untuk memahami kebijakan Trump.
Kebijakan unik ini bukannya tanpa hasil. Seketika, semua tindak tanduk kebijakan Trump menjadi magnet bagi aktivitas ekonomi. Pasar Modal dunia bergerak liar mengikuti irama genderang kebijakan Trump.
Negara-negara yang ada dalam daftar sasaran tarif AS, berlomba-lomba mengeluarkan kebijakan mitigatifnya. Mulai dari pemberlakuan tarif pembalasan ( retaliatory tarif) hingga tawaran tarif 0% (zero tariff) bagi produk-produk AS.
Sampai di sini, Presiden Trump terlihat berhasil menggunakan kharisma pengaruh perekonomian AS untuk menciptakan efek kejut yang besar. Ekonomi AS memang sangat sentral dan dominan dalam percaturan ekonomi dunia. Trump sukses menunjukkan besarnya ketergantungan ekonomi dunia terhadap perekonomian AS. 65 negara yang disasarnya, faktanya memiliki ketergantungan ekonomi yang besar terhadap AS.