Ilustrasi. (Foto: Unsplash)
JAKARTA - Peneliti Microsoft meluncurkan sistem kecerdasan buatan (AI) baru yang dapat mendiagnosis pasien lebih akurat daripada dokter manusia. Dijuluki Microsoft AI Diagnostic Orchestrator (MAI-DxO), sistem ini mencakup beberapa model AI dan kerangka kerja yang memungkinkannya menelusuri gejala dan riwayat pasien untuk menyarankan tes yang relevan. Berdasarkan hasilnya, sistem ini kemudian menyarankan kemungkinan diagnosis.
Raksasa teknologi yang berbasis di Redmond menyoroti bahwa selain akurasi diagnosis, sistem ini juga dilatih untuk menjadi hemat biaya dalam hal pengujian yang dilakukan.
Microsoft Mengembangkan Tolok Ukur untuk Menguji Kinerja MAI-DxO
Dalam sebuah posting di X pada Senin, (30/6/2025), Mustafa Suleyman, CEO Microsoft AI, memposting tentang sistem MAI-DxO dan menyebutnya sebagai "langkah besar menuju kecerdasan super medis". Suleyman mengatakan sistem AI dapat memecahkan beberapa kasus medis tersulit di dunia dengan akurasi yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan tindakan diagnostik tradisional.
MAI-DxO mensimulasikan panel dokter virtual dengan berbagai pendekatan diagnostik yang berkolaborasi untuk memecahkan kasus medis, kata perusahaan tersebut dalam sebuah posting blog, yang dilansir Gadgets 360.
Orchestrator mencakup sistem multiagen di mana satu orang memberikan hipotesis, satu orang memilih tes, dua orang lainnya memberikan daftar periksa dan pengelolaan, dan yang terakhir menantang hipotesis tersebut.
Setelah hipotesis lolos dari panel ini, sistem AI dapat mengajukan pertanyaan, meminta pengujian, atau memberikan diagnosis jika merasa memiliki cukup informasi. Jika merekomendasikan pengujian, sistem akan melakukan analisis biaya untuk memastikan bahwa biaya keseluruhan tetap masuk akal. Menariknya, sistem ini tidak bergantung pada model, artinya sistem ini dapat bekerja dengan model AI pihak ketiga mana pun.
Microsoft mengklaim bahwa sistem ini meningkatkan kinerja diagnostik setiap model AI yang diuji. Namun, o3 OpenAI tampil paling baik dengan menyelesaikan 85,5 persen kasus tolok ukur New England Journal of Medicine (NEJM) dengan benar. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa kasus yang sama juga diberikan kepada 21 dokter praktik dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris, dan semuanya memiliki pengalaman klinis antara lima hingga 20 tahun. Dokter manusia memiliki akurasi 20 persen.