Kisah Budak yang Diangkat Anak oleh Nabi Muhammad, Jadi Panglima Perang

3 hours ago 1

Kisah Budak yang Diangkat Anak oleh Nabi Muhammad, Jadi Panglima Perang

Kisah Budak yang Diangkat Anak oleh Nabi Muhammad, Jadi Panglima Perang (Ilustrasi/Trendland)

JAKARTA - Nabi Muhammad SAW mengangkat seorang budak menjadi anak angkat. Kisah ini menarik untuk diketahui karena anak angkat tersebut kelak menjadi panglima perang. 

1. Nabi Angkat Budak Jadi Anak Angkat

Anak yang dimaksud adalah Zayd bin Haritsah, yang berasal dari Yaman. Awalnya Zayd tidak terlahir sebagai budak. Ia terlahir merdeka dari dua suku Yaman yang sering berperang. 

Suatu waktu, saat kedua suku kembali bentrok, Zayd menjadi korban penculikan. Ia kemudian dijual. Zayd berpindah dari tangan ke tangan, hingga berakhir di pasar Ukkadz, salah satu pasar terbesar di Arabia kuno.

Melansir laman Muhammadiyah, Sabtu (18/10/2025), dari pasar itu, takdir membawa Zayd ke rumah seorang perempuan bangsawan Quraisy bernama Khadijah binti Khuwaylid. Saat Khadijah menikah dengan Muhammad bin Abdillah, Zayd menjadi pelayan di rumah mereka. Tanpa disadari, di rumah itu ia sedang berada di pusat perubahan terbesar dalam sejarah kemanusiaan.

Bertahun-tahun berlalu. Ayah Zayd bernama Haritsah, tidak pernah berhenti mencari anaknya. Hingga suatu hari, seorang lelaki mengenali ciri-ciri Zayd di Mekkah. Kabar itu sampai ke telinga sang ayah. Betapa senang sangat ayah, kemudian ia menempuh perjalanan panjang menuju kota itu.

Di Mekkah, Haritsah menemui Muhammad, yang saat itu belum diangkat sebagai nabi. Dengan penuh hormat ia memohon agar anaknya dikembalikan. Nabi SaAW menjawab dengan sesuatu yang tidak pernah dilakukan siapa pun pada masa itu. Ia menolak menerima tebusan dan mengatakan Zayd sendiri yang akan menentukan nasibnya.

“Saya akan membiarkan Zayd memutuskan. Jika dia memilihmu, aku akan mengembalikannya tanpa tebusan apa pun. Tetapi jika dia memilihku, maka aku tidak akan pernah bisa menolak seseorang yang telah berpaling kepadaku,” sabda Nabi SAW.

Kata-kata itu memecahkan logika zaman. Di Arab kuno, budak dianggap milik penuh tuannya. Bisa dijual, diwariskan, bahkan diperlakukan tanpa belas kasihan. Mereka tidak punya hak untuk menolak perintah, apalagi memilih nasib sendiri. Karena itu, ketika Nabi Saw mempersilakan Zayd menentukan pilihannya sendiri, masyarakat sekitarnya pasti terkejut. Seorang tuan yang menanyakan kehendak budaknya adalah tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|