Mobil odong-odong hadir sebagai alternatif yang kian digemari. (Foto: okezone.com/iNews)
JAKARTA - Odong-odong menjadi salah satu hiburan masyarakat yang menjadi pilihan di tengah taman bermain yang terlalu jauh dan rekreasi terlalu mahal. Di tengah terbatasnya akses masyarakat terhadap hiburan dan transportasi murah yang layak, mobil odong-odong hadir sebagai alternatif yang kian digemari.
Namun, Pemerhati Transportasi Muhammad Akbar menyoroti tingginya risiko keselamatan dari kendaraan yang sudah dihiasi warna-warni cerah, boneka lucu, lampu berkedip, dan diiringi alunan lagu anak-anak tersebut. Apalagi, persoalan keselamatan tidak bisa disepelekan meski hiburan ini murah, antara Rp5.000 sampai Rp10.000 untuk satu kali keliling kampung.
"Sebagian besar kendaraan ini merupakan hasil modifikasi dari mobil tua, seperti pikap, minibus, atau bahkan bajaj, yang disulap menjadi wahana hiburan keliling tanpa standar keamanan yang memadai. Tambahan tempat duduk di bak belakang, atap ringan yang hanya terbuat dari rangka dan terpal atau fiber tipis, hingga wahana mini seperti ayunan kecil, sering kali dipasang secara seadanya tanpa perhitungan teknis mengenai stabilitas, distribusi beban, dan perlindungan penumpang," ujarnya, Minggu (13/7/2025).
Pada umumnya, odong-odong tidak dilengkapi fasilitas pengaman yang layak. Sabuk keselamatan tidak tersedia, pelindung di sisi tempat duduk pun tidak ada, dan anak-anak dibiarkan duduk di bak terbuka.
Banyak kendaraan yang digunakan berasal dari rangka lama yang tidak diperkuat kembali, sehingga rawan rusak bila terjadi benturan. Dalam kondisi seperti ini, penumpang, terutama anak-anak, berisiko terlempar atau tertimpa bagian kendaraan bila kecelakaan terjadi.
"Potensi cedera serius pun tidak bisa diabaikan, mengingat kendaraan ini tidak dirancang untuk membawa penumpang secara aman," ujarnya.
Masalah keselamatan semakin kompleks karena odong-odong juga beroperasi tanpa status hukum yang jelas. Sebagian besar kendaraan ini melintas di jalan umum tanpa izin resmi sebagai angkutan penumpang, tidak memiliki rute tetap, dikemudikan oleh pengendara tanpa pelatihan khusus, dan tidak disertai perlindungan asuransi bagi penumpangnya.
Padahal, praktik ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun lemahnya penegakan hukum, ditambah rasa toleransi masyarakat terhadap para pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidup dari odong-odong, membuat aktivitas ini terus berlangsung tanpa pengawasan yang memadai.
"Kita tentu masih mengingat peristiwa odong-odong yang tertabrak kereta api di Serang pada 2022, atau kasus tergulingnya kendaraan serupa di Jawa Timur dan sejumlah daerah lainnya. Kejadian-kejadian ini menjadi pengingat bahwa anak-anak yang hanya ingin menikmati hiburan sederhana justru dihadapkan pada risiko keselamatan yang serius. Setiap kecelakaan meninggalkan luka dan kesedihan, tetapi respons yang muncul sering kali hanya bersifat sesaat," ujarnya.