Grafiik
JAKARTA — Industri perasuransian Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan yang serius. Tantangan ini bermula dari tingginya rasio klaim hingga keterbatasan mitigasi risiko, yang secara langsung dapat mengancam ketahanan keuangan nasional.
Salah satu faktor yang memperparah situasi adalah tingginya ketergantungan terhadap reasuransi luar negeri, yang berpotensi menambah tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Upaya efisiensi di sektor asuransi, khususnya asuransi kesehatan, sulit dilakukan karena kompleksitas ekosistem yang terlibat, mulai dari rumah sakit, tenaga medis, penyedia asuransi, hingga regulator.
Sementara itu, sektor asuransi kredit juga belum pulih dari bayang-bayang pengelolaan yang kurang bijak di masa lalu. Akibatnya, jumlah klaim terus meningkat dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap layanan asuransi pun menurun.
Kondisi ini mendorong perlunya pendekatan yang lebih strategis, salah satunya melalui hilirisasi sektor jasa keuangan, termasuk industri asuransi dan reasuransi. Konsep hilirisasi tidak hanya berlaku pada sektor sumber daya alam, tetapi juga menjadi kerangka penting dalam membangun industri keuangan yang lebih bernilai tambah, mandiri, dan tahan terhadap guncangan global.
Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, Benny Waworuntu, menjelaskan bahwa penguatan peran sektor hilir merupakan kunci dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.
“Hilirisasi sektor keuangan akan meningkatkan nilai tambah dalam negeri, memperkuat ketahanan sistemik, dan mengurangi ketergantungan pada kapasitas asing,” ujarnya, Rabu (30/7/2025).