Ada Aturan Ini, Buruh Khawatirkan PHK Massal (Foto: Okezone)
JAKARTA - Para buruh khawatir kembali adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di industri tembakau. Mereka menolak adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Sebab, aturan ini dinilai akan memberikan dampak ke industri tembakau.
Deklarasi yang diprakarsai FSP RTMM SPSI menyepakati bahwa regulasi tersebut tidak hanya mengancam keberlangsungan industri, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang luas, termasuk hilangnya mata pencaharian jutaan petani, pekerja pabrik, dan pedagang kecil yang bergantung pada ekosistem industri tembakau. Pasal tembakau dan makanan-minuman dalam PP 28/2024 merupakan ancaman nyata bagi industri tembakau dan turunannya di Jawa Timur.
"Mulai dari hulu hingga hilir, dari petani tembakau dan cengkeh, hingga pekerja di pabrik rokok dan industri makanan minuman yang terkait, semuanya ada di Jawa Timur dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian daerah," ujarnya
Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur Purnomo dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Dukungan terhadap penolakan PP 28/2024 datang dari berbagai asosiasi, termasuk Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Luar-Griya Indonesia (AMLI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (PERPEKSI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), serta Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI).
1. Kontribusi Penerimaan Cukai Rokok
Purnomo mencontohkan kontribusi sektor ini melalui penerimaan cukai rokok yang mencapai triliunan rupiah, bahkan menyentuh Rp200 triliun lebih, baik untuk pendapatan Jawa Timur maupun nasional. Meski memberikan kontribusi besar, perubahan regulasi yang semakin memberatkan industri menjadi sorotan.
"Dulu ada PP 109/2012, sekarang muncul PP 28/2024. Ini jelas dirasakan dampaknya," katanya.
Beberapa pasal tembakau dalam PP 28/2024 dianggap sangat merugikan, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan iklan produk tembakau di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang mana merupakan buah pengaturan dari produk aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).