Potret Perang Diponegoro perang besar di jawa yang berlangsung selama lima tahun (foto: Istimewa)
JAKARTA - Belanda harus berhadapan dengan pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Diposono, kerabat dari Sultan Hamengkubuwono IV dan Pangeran Diponegoro, di wilayah selatan dan tengah Pulau Jawa. Pemberontakan ini konon terjadi pada akhir Januari hingga sepanjang Februari 1822.
Pangeran Diponegoro menggambarkan sosok Diposono sebagai seorang bertubuh kecil dan menyandang disabilitas tertentu akibat penyakit polio. Konon, Diposono juga menderita gangguan jiwa sejak masa mudanya, serta kerap tergoda oleh kemaksiatan.
Meski demikian, dalam Babad Diponegoro, Diposono disebut memiliki kelebihan dalam hal meramal dan menafsirkan sastra primbon. Ia berusaha membangun kontak dengan dunia roh untuk mengusir kekuatan Belanda dan Tionghoa dari tanah Jawa.
Diposono merekrut bantuan dari para kepala perampok di wilayah Kedu dan seorang dukun perempuan, lalu merancang dua pemberontakan yang dilakukan secara serentak. Pemberontakan pertama dilakukan di selatan Kedu, tepatnya di sekitar Bendo, sebuah desa perdikan yang diperuntukkan bagi para ulama. Sementara pemberontakan kedua dilancarkan di selatan Yogyakarta, di wilayah Gading Temahan dan Lipuro — tempat yang memiliki makna penting bagi pewaris tahta Mataram.