PLTU (Foto: Okezone)
JAKARTA - Pemerintah melalui Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUPTL) 2025-2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 Gigawatt (GW). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan sebesar 76 persen dari keseluruhan kapasitas pembangkit listrik berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). Sekitar 42,6 GW adalah EBT dan 10,3 GW adalah storage.
Dengan demikian, sebesar 61 persen dari penambahan pembangkit listrik berasal dari EBT, 15 persen merupakan storage atau penyimpanan serta 24 persen atau sebesar 16,6 GW dari tambahan pembangkit listrik merupakan energi yang berasal dari sumber daya fosil, seperti gas dan batu bara.
Adapun rincian dari pembangkit listrik EBT, meliputi PLTS sebesar 17,1 GW, PLTA sebesar 11,7 GW, PLTB sebesar 7,2 GW, PLTP sebesar 5,2 GW, PLTBio (bioenergi) sebesar 0,9 GW serta PLTN sebesar 0,5 GW.
Dengan demikian, PLTS menjadi energi terbarukan yang mendominasi penambahan pembangkit listrik dalam RUPTL 2025–2034.
Namun, dalam perjalanannya RUPTL tersebut diminta untuk dievaluasi bahkan ditangguhkan. Hal ini setelah DPP SP PT PLN (Persero) mendatangi Kantor Sekretariat Negara mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto agar RUPTL tersebut ditangguhkan.
Surat tersebut berisi agar menangguhkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 188. K/TL. 03/MEM. L/2025 tanggal 26 Mei 2025 Tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025 Sampai Dengan Tahun 2034.