Anggie Ariesta
, Jurnalis-Sabtu, 09 Agustus 2025 |15:25 WIB
Jelang Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 . (Foto: Okezone.com)
JAKARTA – Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan disampaikan pemerintah. Hal yang disorot adalah tantangan yang dihadapi dalam menyeimbangkan belanja dan penerimaan negara di tengah kondisi ekonomi saat ini.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, rencana APBN 2026 diproyeksikan masih fokus pada alokasi belanja untuk program-program strategis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa Merah Putih. Namun, hal ini dikhawatirkan dapat memicu efisiensi anggaran di sektor lain.
"Proyeksi rencana APBN dalam Nota Keuangan masih bertumpu pada alokasi belanja populis seperti MBG dan Kopdes MP, dengan mengorbankan belanja lainnya," kata Bhima kepada Okezone.com, Sabtu (9/8/2025).
Bhima menambahkan, langkah efisiensi tersebut berisiko mengganggu pelayanan publik, memperlambat pertumbuhan ekonomi di beberapa sektor, dan mengurangi alokasi dana untuk daerah.
Untuk menutupi kebutuhan belanja, Bhima memprediksi pemerintah akan bergantung pada penerbitan utang. Ia memperkirakan utang pemerintah pada 2026 akan meningkat secara signifikan dibandingkan 2025.
"Meski dilakukan efisiensi, karena kebutuhan belanja populisnya besar, berisiko tinggi memperbesar rencana penerbitan utang. Tahun 2026, utang pemerintah akan melonjak signifikan dibanding 2025," ungkap Bhima.
Dari sisi penerimaan, Bhima menyoroti strategi pemerintah yang dinilai kurang kreatif dalam mencari sumber pajak baru. Pemerintah dipandang masih akan mengandalkan pajak dari kelas menengah dan belum mengimplementasikan pajak karbon.