Hutan Selobanteng (Foto: IMG/Rivan)
KISAH sukses Desa Selobanteng, Situbondo, menjadi bukti nyata konservasi lingkungan yang didukung oleh kolaborasi multipihak dapat mengembalikan fungsi ekologis lahan yang terdegradasi. Desa yang terletak di sebelah timur kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton ini, yang pada tahun 2009 secara geografis masih gundul, kini berhasil bertransformasi menjadi area hijau subur yang kembali memunculkan sumber mata air.
Perubahan dramatis ini berawal dari inisiatif Kepala Desa (Kades) Selobanteng, Muntaha. Setelah menjabat, Muntaha sering melihat masyarakat harus menimba air dari sumur tua, menandakan adanya krisis air. Terinspirasi dari kunjungannya ke kawasan Wanagama, Yogyakarta, hutan yang berhasil menumbuhkan mata air di Gunung Kidul yang tadinya kering keronta, Muntaha pulang dengan tekad kuat untuk menghijaukan desanya.
1. Sinergi Konservasi Mengubah Lahan Kritis
Sejak akhir tahun 2009, Kades Muntaha mulai berkomunikasi intensif dengan PT Paiton Energy dan PT POMI untuk mendapatkan dukungan penghijauan. Gayung bersambut, perusahaan pun memberikan tanggapan positif terkait upaya konservasi lingkungan ini.
Program konservasi Hutan Rakyat Selobanteng secara resmi dilaksanakan sejak tahun 2010, berkolaborasi dengan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Situbondo, serta lembaga akademik seperti Universitas Malang, BRIN, dan Kebun Raya Purwodadi. Tahap awal program ini dimulai dengan pemberian bantuan bibit sebanyak 23.000 bibit.
"Awalnya berupa pemberian bibit pohon jati waktu itu, kurang lebih 23.000 bibit," kenang Kades Muntaha.

















































