- Penelitian baru berlokasi di Pulau Kalimantan menunjukkan efektivitas kawasan lindung dapat ditingkatkan dengan memilih lokasi yang tepat.
- Kawasan lindung di Kalimantan (dan berbagai tempat lain di dunia) menghadapi tekanan pembangunan yang mendesak seperti pembukaan jalan, pertambangan dan perkebunan.
- Jejaring antar kawasan dapat dihubungkan dengan jalur-jalur koridor bagi satwa untuk mempertahankan genetik antar populasi
- Para ahli memilih macan dahan sunda (Neofelis diardi) sebagai metrik indikator kesehatan keragaman hayati, sebagai predator puncak, satwa ini amat tergantung pada area tutupan hutan.
Penelitian terbaru para ahli menunjukkan bahwa kawasan lindung dapat ditingkatkan kinerjanya dengan perencanan pemilihan lokasi yang baik sejak awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya perlindungan secara proaktif di kawasan hutan yang tinggi keragaman hayati dapat meningkatkan hasil konservasi secara signifikan.
Hal ini kontras dengan praktik yang biasa berlaku saat ini. Di mana biasanya kawasan lindung ditetapkan di area bentang alam yang sulit di akses dan terpencil.
Sebagai indikator, -penelitian yang berlokasi di Kalimantan ini, para ahli menggunakan indikator keberhasilan dari masih dijumpainya spesies macan dahan sunda (Neofelis diardi), kucing endemik seukuran anjing berukuran sedang.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Nature Biodiversity, alih-alih efektif, lokasi lindung yang terpencil “sangat tidak optimal” untuk memastikan kelangsungan hidup macan dahan dalam jangka panjang.
Di Kalimantan sendiri, banyak kawasan yang lindung yang berkompetisi dengan beragam proyek infrastruktur besar yang dapat secara signifikan mengikis habitat inti macan dahan, termasuk yang sudah ada di dalam kawasan lindung yang telah ditetapkan.
“Kita harus efektif dalam mengalokasikan modal sosial dan finansial yang kita miliki, untuk mencari lokasi perlindungan alam yang tepat,” jelas Alexander Pfaff, profesor kebijakan publik, ekonomi, dan lingkungan dari Duke University di AS kepada Mongabay. Dia tidak terlibat dalam penelitian ini.
Macan Dahan Sebagai Indikator Ekosistem
Tim peneliti dari Universitas Oxford di Inggris memilih macan dahan sebagai metrik indikator keragaman hayati, karena spesies ini sangat bergantung pada area tutupan hutan.
“Macan dahan merupakan lambang hutan dan konservasi hutan,” kata penulis utama studi Ewan Macdonald, seorang ilmuwan konservasi di Oxford, kepada Mongabay.
Sebagai predator puncak arboreal, macan dahan membutuhkan hutan yang sehat dan lebat yang dipenuhi dengan berbagai macam flora dan fauna lainnya. Spesies ini dapat menjadi indikator kesehatan ekosistem.
Jika macan dahan baik-baik saja, maka spesies lain yang bergantung pada hutan, seperti gajah kalimantan, orangutan, bekantan, atau jenis burung rangkong, juga akan ada dalam kondisi baik.
Macan dahan sendiri masih cukup banyak tersebar. Berbeda dengan kucing yang lebih besar, seperti harimau dan macan tutul, yang telah menghilang dari sebagian besar wilayah jelajah mereka di Asia Tenggara.
Macan dahan sunda dikategorikan sebagai spesies yang rentan dalam Daftar Merah IUCN karena penurunan populasi yang tajam yang disebabkan oleh hilangnya sekitar sepertiga habitat mereka di Kalimantan dan Sumatera selama dua dekade terakhir.
Jalan raya besar, perluasan kota, dan pembukaan lahan sawit tidak hanya mengikis habitat mereka, tetapi juga telah memutus koridor pergerakan penting di sekitar habitat inti, akibatnya mengisolasi potensi pertukaran genetik antar populasi.
“Pengikisan tepi blok habitat besar inilah yang paling berdampak bagi hewan besar seperti macan dahan, gajah, dan orangutan,” kata Macdonald.
Model Perlindungan Hutan Proaktif
Penelitian ini menggunakan pendekatan desain kawasan lindung, yang menggunakan data distribusi macan dahan yang berasal dari pengumpulan foto kamera jebak. Hasilnya, Macdonald dan timnya dapat memodelkan tujuh skenario berbeda.
Di awal, mereka mensimulasikan dampak penerapan dua model pengelolaan kawasan lindung. Pertama yang melindungi kawasan dari ancaman pembangunan minimal, dan kedua yang berfokus pada kawasan dengan tekanan pembangunan tinggi atau yang disebut sebagai skenario proaktif.
Data yang dianalisis adalah kondisi kawasan lindung dan membandingkan tingkat dan dampak kehilangan tutupan hutan.
Hasilnya, strategi skenario proaktif, -yang berfokus pada area beresiko, mengungguli yang lain. Pendekatan ini secara konsisten mempertahankan tingkat konektivitas hutan, keragaman genetik yang lebih tinggi untuk macan dahan, dan turut melestarikan karbon hutan.
Dengan pendekatan proaktif, model yang dibuat mampu meningkatkan konektivitas habitat lebih dari 50% dibandingkan dengan kondisi area konservasi di Kalimantan saat ini.
Rebecca Runting, peneliti perencanaan tata ruang di University of Melbourne di Australia, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan ini membuka wawasan baru tentang keefektifan pengelolaan kawasan lindung.
“Tidak hanya di Kalimantan, tetapi untuk sebagian besar tempat lain di seluruh dunia,” katanya.
Namun, dia menyebut strategi proaktif menghadapi tantangan ekonomi dan politik yang lebih tinggi. Runting bilang hal ini karena lahan untuk area lindung akan lebih sulit diperoleh, dan ada potensi konflik kepentingan dengan warga setempat dan calon pengembang.
“Saya rasa perlu pendekatan yang lebih seimbang yaitu memperluas jaringan kawasan lindung yang ada di lokasi-lokasi utama yang berisiko, bernilai tinggi, dan memiliki keragaman hayati tinggi, dengan kawasan-kawasan berisiko rendah yang kemungkinan besar akan tetap bertahan di masa depan.”
Masukan bagi Pembuat Kebijakan
Untuk itu, Macdonald menyarankan pendekatan proaktif dapat dilakukan dengan memberi insentif terhadap kawasan lindung. Seperti pembayaran lewat skema layanan ekosistem seperti REDD+ maupun skema pembayaran karbon.
“Memonetisasi karbon yang tersimpan di hutan adalah salah satu pilihan,” sebutnya.
Saat ini, Macdonald dan rekan-rekannya, sedang menyiapkan perencanaan spasial. Mereka telah mengumpulkan 6 juta gambar kamera jebak yang memungkinkan para pembuat kebijakan mengambil keputusan.
Mereka dapat memilih area mana yang perlu dilestarikan untuk macan dahan, dan mana yang tidak terlalu berbahaya untuk dikembangkan untuk jalan raya, perluasan kota, konsesi penebangan, dan perkebunan.
“Jawaban untuk keputusan pembangunan ini dibuat dari keputusan para pembuat kebijakan. Kami dapat membantu menyediakan informasi dengan cara yang tepat,” tutupnya.
Berita ini dilaporkan oleh tim Mongabay Global dan dipublikasikan perdana di sini pada tanggal 8 November 2024. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.
Referensi:
Macdonald, E. A., Cushman, S. A., Malhi, Y., & Macdonald, D. W. (2024). Comparing expedient and proactive approaches to the planning of protected area networks on Borneo. npj Biodiversity, 3(1). doi:10.1038/s44185-024-00052-8
***
Foto utama: Macan dahan yang terpantau di hutan Kalimantan. Foto: Ben Buckley/Borneo Nature Foundation