- Masyarakat Kemukiman Pameu, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, menolak keras rencana pembukaan tambang emas yang akan dilakukan PT Pegasus Mineral Nusantara.
- Perusahaan tersebut akan beraktivitas di lahan seluas 996 ribu hektar dengan kapasitas produksi 2.090 ribu ton/tahun.
- Masyarakat Kemukiman Pameu memberikan sembilan alasan penolakan aktivitas pertambangan tersebut, diantaranya selama ini perekonomian masyarakat Kemukiman Pameu selama ini bergantung pada sektor pertanian, perkebunan, dan hasil alam lainnya, sungai sebagai sumber penghidupan warga harus bebas dari pencemaran, serta hutan dan segala keragaman hayatinya harus dilindungi dari kerusakan.
- Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Provinsi Aceh, Muhammad Daud, menyatakan DLHK hanya berwenang menilai amdal, sementara urusan IUP wewenang Dinas ESDM.
Masyarakat Kemukiman Pameu, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, tegas menolak rencana pembukaan tambang emas yang akan dilakukan PT Pegasus Mineral Nusantara.. Dikutip dari situs Dinas ESDM Aceh, PT Pegasus Mineral Nusantara mendapatkan total luas IUP emas di Aceh Tengah, sekitar 1.008 hektar.
Dalam surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan Aceh, Nomor: 009/KPM/X/2024, tanggal 28 Oktober 2024, dan ditandatangani Kepala Mukim Pameu, Salihin, beserta lima reje kampung atau kepala desa itu, dijelaskan sembilan alasan penolakan masyarakat.
- Perekonomian masyarakat Kemukiman Pameu, selama ini bergantung pada sektor pertanian, perkebunan, dan hasil alam lainnya.
- Permukiman masyarakat yang dihuni 1.859 jiwa [laki-laki 959 jiwa dan perempuan 900 jiwa] harus dijaga.
- Sungai sebagai sumber penghidupan warga harus bebas dari pencemaran.
- Hutan dan segala keragaman hayatinya harus dilindungi dari kerusakan.
- Mencegah terjadinya konflik masyarakat dengan satwa liar.
- Bencana alam akibat kerusakan lingkungan harus dicegah.
- Mencegah terjadinya krisis iklim.
- Mencegah terjadinya konflik sosial antar-masyarakat.
- Menjaga nilai-nilai budaya, situs sejarah, dan kearifan lokal.
“Jika ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kemukiman Pameu, dapat dilakukan dengan meningkatkan hasil produksi pertanian, perkebunan dan hasil alam. Bukan melalui pertambangan,” jelas Kepala Mukim Pameu, Salihin, dalam surat tersebut.
Mukim merupakan kesatuan masyarakat adat di bawah kecamatan, yang terdiri berapa desa dan dipimpin imum mukim atau kepala mukim. Mukin telah ada sejak Aceh berbentuk kerajaan dan pengakuan kedaulatannya tertera dalam UU Nomor: 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Selama ini warga hidup dari bertani dan berkebun, terutama kopi.”
Menurut Salihin, penolakan PT Pegasus telah dilakukan langsung warga Pameu ketika perwakilan perusahaan datang untuk sosialisasi.
“Pada Selasa, 22 Oktober 2024, warga berunjuk rasa di hadapan perwakilan perusahaan,” paparnya.
Baca: Petani Kopi Arabika Gayo Cemas Dampak Kehadiran Perusahaan Tambang Emas
Kopi Arabika Terbaik
Danurfan, pemilik Leuser Coffee mengungkapkan, pihaknya pernah melakukan survei kopi arabika di Mukim Pameu awal 2018.
Masyarakat Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues, sangat bangga dengan kualitas kopi Gayo yang cita rasanya terbaik di dunia.
“Jika hutan dan lingkungan rusak, akan sangat berpengaruh pada kopi,” terangnya, Selasa [19/11/2024].
Situs kuliner Taste Atlas menempatkan kopi arabika Gayo pada urut pertama sebagai kopi terbaik di Asia. Taste Atlas juga memasukkan kopi yang tumbuh di dataran tinggi Aceh itu dalam 13 kopi terbaik dunia.
“Jika tambang emas dibuka di Pameu, maka 10 persen produksi kopi arabica ini akan hilang,” ungkap Danurfan.
Kenapa kopi sangat berpengaruh pada hutan?
“Semakin bagus hutan, semakin baik kopi. Pohon kopi sangat bergantung pada suhu yang ketika meningkat maka berdampak pula pada kualitasnya,” paparnya.
Baca: Warga Beutong Ateuh: Kami Sejahtera Tanpa Tambang Emas
Hormati Sikap Warga Pameu
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [WALHI] Aceh mendukung sikap warga Pameu yang menolak kehadiran PT Pegasus.
“Di wilayah Pameu, berdasarkan informasi warga terdapat 28 sungai yang penting sebagai sumber air bersih dan sumber keragaman hayati. Kehadiran tambang, sangat rentan mencemari air dan lingkungan yang berdampak menambah beban sosial-ekonomi masyarakat setempat,” ujar Ahmad Shalihin, Direktur Walhi Aceh, awal November 2024.
Walhi Aceh meminta kepada seluruh pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun lainnya untuk menghargai sikap kritis warga yang menolak keberadaan tambang tersebut. Walhi juga mengajak seluruh masyarakat Aceh, membantu warga Mukim Pameu yang berjuang mempertahankan hak atas lingkungan hidup mereka.
“Kami meminta siapapun juga, untuk menghargai sikap warga, yang secara tegas menolak aktivitas pertambangan di wilayah mereka,” terangnya.
Baca juga: Hutan Beutong Kembali Diincar Perusahaan Tambang Emas
Plh. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Provinsi Aceh, Muhammad Daud, ketika dikonfirmasi menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima surat dari masyarakat Pameu.
“Namun, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan [amdal] dari perusahaan belum dikirim,” terangnya, Jumat, [22/11/2024].
Muhammad Daud mengatakan, surat tersebut akan diteruskan kepada tim komisi amdal yang akan menilai dokumen yang diajukan.
“DLHK hanya berwenang menilai amdal, sementara urusan IUP wewenang Dinas ESDM Aceh,” paparnya.
Komitmen Masyarakat Linge: Tolak Perusahaan Tambang yang Datang