
Janda Masih dalam Masa Iddah, Bolehkah Dilamar? (Ilustrasi/Freepik)
JAKARTA - Janda yang masih menjalani masa iddah, bolehkah dilamar? Hal ini patut diketahui muslim.
1. Masa Iddah
Iddah adalah masa tunggu yang wajib dijalani seorang wanita setelah berpisah dari suaminya, baik karena cerai atau kematian. Hal ini untuk memastikan ia tidak dalam kondisi hamil dan untuk menghindari kekacauan nasab.
Syariat Islam menetapkan masa iddah bagi seorang wanita dan mengharamkannya menikah di masa tersebut. Lalu, bagaimana jika melamar wanita yang masih menjalani masa iddah?
Melansir laman Kemenag, Selasa (11/11/2025), dalam kitab Mausu‘atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah dijelaskan hukum melamar wanita atau janda yang masih menjalani masa iddah. Penjelasan tersebut mencakup dua hal, yaitu cara menyampaikan lamaran dan enis iddah yang dijalani. Kedua hal tersebut akan berdampak pada hukum melamar wanita iddah.
Para ulama fiqih membagi cara penyampaian lamaran menjadi dua bentuk. Pertama, lamaran secara tashrih atau terang-terangan, yaitu ucapan yang jelas menunjukkan keinginan menikah. Misalnya dengan ungkapan: “aku ingin menikah denganmu”.
التَّصْرِيحُ بِالْخِطْبَةِ: هُوَ مَا يَقْطَعُ بِالرَّغْبَةِ فِي النِّكَاحِ وَلاَ يَحْتَمِل غَيْرَهُ، كَقَوْل الْخَاطِبِ لِلْمُعْتَدَّةِ: أُرِيدُ أَنْ أَتَزَوَّجَكِ، أَوْ: إِذَا انْقَضَتْ عِدَّتُكِ تَزَوَّجْتُكِ
Artinya: “Lamaran secara terang-terangan adalah ucapan yang secara tegas menunjukkan keinginan untuk menikah dan tidak mengandung kemungkinan makna lain, seperti ucapan seorang laki-laki kepada wanita yang sedang menjalani iddah: ‘Aku ingin menikah denganmu,’ atau ‘Jika masa iddahmu telah selesai, aku akan menikahimu.’” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Dzatus Salasil: 1410 H], cetakan II, juz 19, hlm. 191).
Kedua, lamaran secara ta’ridl atau sindiran, yaitu ucapan halus yang tidak secara langsung menyatakan lamaran, tetapi mengandung makna keinginan menikah. Misalnya dengan mengungkapkan: “banyak lelaki yang berharap mendapatkan wanita sepertimu” atau “aku berharap Allah mempertemukanku dengan wanita sepertimu.”
وَعَرَّفَ الشَّافِعِيَّةُ التَّعْرِيضَ بِالْخِطْبَةِ بِأَنَّهُ: مَا يَحْتَمِل الرَّغْبَةَ فِي النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا كَقَوْلِهِ: وَرُبَّ رَاغِبٍ فِيكِ، وَمَنْ يَجِدُ مِثْلَكِ؟
Artinya: “Ulama Syafi‘iyyah mendefinisikan lamaran secara sindiran sebagai ucapan yang masih mengandung kemungkinan makna keinginan menikah atau makna lain, seperti perkataan: ‘banyak orang yang ingin (menikah) denganmu,’ atau ‘siapa yang bisa mendapatkan wanita sepertimu?’” (Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, hlm. 192).


















































