Selama ribuan tahun, manusia telah berlayar di lautan dunia, namun tak semua perjalanan berakhir di pelabuhan. Diperkirakan ada sekitar tiga juta kapal karam di seluruh dunia yang terdampar di sungai, teluk dangkal, perairan pesisir, hingga laut dalam.
Banyak kapal tenggelam akibat bencana seperti badai, karam setelah kandas, hingga dalam pertempuran. Beberapa bangkai kapal terkenal, seperti RMS Titanic, RMS Lusitania, dan USS Monitor, menyimpan kisah keberanian manusia serta misteri harta karun yang tak terpecahkan. Namun, ada sisi lain dari bangkai kapal ini—mereka juga menjadi ekosistem unik yang penuh kehidupan bawah laut.
Habitat Bawah Laut
Penelitian selama 14 tahun menunjukkan bahwa bangkai kapal bukan hanya artefak budaya, tetapi juga menjadi “harta karun biologis” yang menciptakan habitat bagi berbagai makhluk laut. Tim ahli biologi dan arkeolog internasional kini mengungkap bagaimana kapal yang karam berubah menjadi tempat tinggal beragam organisme laut.
Kapal yang tenggelam, baik terbuat dari logam maupun kayu, menciptakan struktur asing di dasar laut. Contohnya adalah kapal tanker Perang Dunia II, EM Clark, yang tenggelam pada tahun 1942 akibat torpedo kapal selam Jerman. Hingga kini, bangkai kapal logam tersebut masih berdiri tegak di dasar laut North Carolina, menjulang seperti pencakar langit di bawah air dan menjadi oase kehidupan di hamparan pasir.
Baca : Makhluk Laut Dalam Aneh Ini Hidup di Bangkai Kapal Endurance di Antartika
Makhluk yang menghuni bangkai kapal sangat beragam, mulai dari mikroba hingga hewan laut besar seperti hiu. Para ilmuwan sering menyebut bangkai kapal ini sebagai “bangkai kapal hidup” karena keanekaragaman hayati yang menakjubkan.
Karang dan spons berwarna cerah menghiasi permukaan bangkai kapal, sementara kawanan ikan kecil berkilauan di sekitarnya, dikejar predator yang ramping dan cepat. Hiu sering terlihat berkeliling, mungkin untuk beristirahat atau mencari mangsa.
Perubahan sebuah kapal dari alat transportasi menjadi habitat laut dimulai dari organisme mikroskopis yang membentuk biofilm di permukaan bangkai kapal. Lapisan ini membuat struktur kapal menjadi tempat ideal bagi larva hewan seperti karang dan spons untuk tumbuh. Dalam waktu singkat setelah kapal tenggelam, ikan kecil mencari tempat persembunyian di celah-celah bangkai, dan bahkan hiu besar terlihat berenang di sekitarnya.
Titik Panas Keanekaragaman Hayati
Bangkai kapal adalah tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Mikroba di bangkai kapal bahkan memperkaya pasir di sekitarnya hingga radius 200-300 meter. Di Samudra Atlantik, ikan-ikan kerapu, yang bernilai tinggi bagi nelayan, berkumpul di sekitar bangkai kapal. Selain itu, bangkai kapal dapat berfungsi sebagai batu loncatan bagi hewan laut yang bermigrasi, seperti hiu macan pasir, yang berpindah dari satu bangkai ke bangkai lainnya di “Kuburan Atlantik.”
Bangkai kapal di laut dalam bahkan dapat menghasilkan energi. Cacing tabung yang tumbuh pada bahan organik bangkai kapal seperti kayu dan kertas dapat menghasilkan energi kimia berkat bakteri simbiosis. Koloni cacing tabung ini telah didokumentasikan di Teluk Meksiko pada bangkai kapal baja mewah, Anona.
Baca juga : Potensi Laut Menjanjikan Pulau Pongok dan Wisata Bangkai Kapal Tua
Polusi dan Spesies Invasif
Meski menjadi habitat beragam organisme, bangkai kapal juga menimbulkan tantangan lingkungan. Ketika sebuah kapal tenggelam, ia bisa merusak habitat alami dan menyebarkan polutan. Misalnya, bangkai kapal di Kepulauan Line di Pasifik mengandung besi yang menekan pertumbuhan karang dan malah meningkatkan pertumbuhan alga.
Selain itu, bangkai kapal juga menjadi tempat berkembangnya spesies invasif yang mengancam ekosistem lokal. Contohnya, karang cangkir invasif di bangkai kapal Perang Dunia II di Brasil, serta sejenis anemon invasif di Palmyra Atoll yang kini mengancam terumbu karang setempat.
Eksplorasi Bangkai Kapal di Indonesia
Di Indonesia, bangkai kapal memiliki potensi besar sebagai sumber penelitian dan observasi ekosistem laut. Namun, tantangan utama adalah banyaknya bangkai kapal yang belum ditemukan atau berada di lokasi sulit dijangkau.
Kemajuan teknologi seperti pemetaan sonar dan drone bawah air bisa membantu para peneliti untuk menjelajahi wilayah ini, berkolaborasi dengan ahli biologi, arkeolog, dan insinyur demi memaksimalkan potensi ilmiah dan sejarah bangkai kapal.
Dengan setiap penemuan baru, bangkai kapal semakin diakui bukan hanya sebagai saksi sejarah, tetapi juga sebagai bagian penting dari ekosistem laut yang perlu dilestarikan. Upaya eksplorasi dan penelitian mendalam akan membantu kita menjaga keanekaragaman hayati dan melestarikan situs-situs bersejarah ini bagi generasi mendatang. (***)
*Agus Supangat, Senior Scientist di Pusat Perubahan Iklim ITB
USS Houston: Menguak Misteri dan Tantangan Konservasi Kapal Perang di Perairan Indonesia